Jumat 02 Sep 2022 08:37 WIB

Harga Minyak Dunia Merosot karena Lockdown China

Aktivitas pabrik Asia merosot pada Agustus karena pembatasan nol-Covid China.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Harga minyak jatuh pada hari Kamis (1/9/2022), karena kebijakan lockdown di China akibat Covid-19. Hal itu lantas menambah kekhawatiran, bahwa inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan bahan bakar.

Seperti dilansir dari CNBC, harga minyak mentah Brent mengakhiri harga di level 92,36 dolar AS per barel dengan penurunan 3,4 persen. Adapun harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menetap 3,28 persen lebih rendah dari harga sebelumnya di level 86,61 dolar AS per barel.

Baca Juga

“Permintaan minyak dunia Barat serta China stagnan, sementara pasokan meningkat secara bertahap, sebagian besar didukung oleh ledakan serpih AS,” kata analis Julius Baer, Norbert Rucker dikutip dari CNBC, Jumat (2/9/2022).

Ia menuturkan, aktivitas pabrik Asia merosot pada Agustus karena pembatasan nol-Covid China dan tekanan biaya yang terus merugikan bisnis berdasarkan survei pada hari Kamis. Kondisi itu menggelapkan prospek pemulihan ekonomi wilayah.

Pusat teknologi Cina Selatan, Shenzhen, memperketat pembatasan Covid-19 karena kasus terus meningkat, dengan acara besar dan hiburan dalam ruangan ditangguhkan selama tiga hari di distrik terpadat di kota itu.

Indeks saham utama Eropa jatuh ke posisi terendah tujuh minggu pada hari Kamis di tengah kekhawatiran yang mendalam tentang kenaikan suku bunga yang agresif dan rekor inflasi yang tinggi di wilayah tersebut.

Kemungkinan kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 yang akan memungkinkan anggota OPEC untuk meningkatkan ekspor minyaknya diproyeksi juga akan membebani harga. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada hari Kamis, dia berharap kesepakatan akan diselesaikan dalam beberapa hari mendatang.

Volatilitas pasar minyak baru-baru ini telah mengikuti kekhawatiran tentang pasokan yang tidak memadai dalam beberapa bulan setelah Rusia mengirim pasukan militer ke Ukraina dan ketika OPEC berjuang untuk meningkatkan produksi.

Produksi OPEC mencapai 29,6 juta barel per hari (bph) dalam sebulan terakhir, menurut survei Reuters. Sementara produksi kilang minyak AS naik menjadi 11,82 juta bph pada Juni. Produksi keduanya berada di level tertinggi sejak April 2020.

Namun, pasar minyak akan memiliki surplus kecil hanya 400.000 barel per hari pada tahun 2022, jauh lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya, menurut OPEC. Itu diduga karena kekurangan produksi dari para negara anggotanya, berdasarkan data kelompok OPEC.

Kelompok ini memperkirakan defisit pasar minyak sebesar 300.000 barel per hari pada tahun 2023. Sementara itu, stok minyak mentah AS turun 3,3 juta barel sementara stok bensin turun 1,2 juta barel per hari, berdasarkan Administrasi Informasi Energi AS pada Rabu (31/8/2022).

Diketahui, para menteri keuangan dari kelompok negara-negara kaya Kelompok Tujuh akan membahas batasan harga yang diusulkan Pemerintah AS untuk minyak Rusia ketika mereka bertemu pada hari Jumat, kata Gedung Putih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement