Jumat 02 Sep 2022 12:01 WIB

Pengadilan Israel Tolak Bebaskan Tahanan Palestina yang Alami Gangguan Kesehatan Mental

Israel telah menolak untuk membebaskan Ahmad Manasra yang alami gangguan mental

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Seorang penjaga penjara berdiri di penjara Gilboa di Israel utara. Pihak berwenang Israel telah menolak untuk membebaskan seorang tahanan Palestina, Ahmad Manasra (21 tahun) yang mengalami gangguan kesehatan mental serius.
Foto: AP/Sebastian Scheiner
Seorang penjaga penjara berdiri di penjara Gilboa di Israel utara. Pihak berwenang Israel telah menolak untuk membebaskan seorang tahanan Palestina, Ahmad Manasra (21 tahun) yang mengalami gangguan kesehatan mental serius.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pihak berwenang Israel telah menolak untuk membebaskan seorang tahanan Palestina, Ahmad Manasra (21 tahun) yang mengalami gangguan kesehatan mental serius. Pengadilan distrik Beersabe’ (Beersheva) pada Kamis (1/9/2022) memutuskan, Manasra tidak akan dibebaskan atas dasar bahwa kasusnya berada di bawah “hukum kontraterorisme” Israel.

Manasra yang berasal dari wilayah pendudukan Yerusalem Timur ditangkap pada usia 13 tahun. Dia diinterogasi dan dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara dalam kasus yang menyebabkan kemarahan global.

"Keputusan ini menunjukkan fakta bahwa kita berada di depan sistem peradilan apartheid. Mengenai kondisi kesehatan Ahmad, pengadilan menolak banding dengan alasan kondisinya tidak cukup berbahaya untuk pembebasannya,” kata pengacara Manasra, Khaled Zabarqa, dilansir Aljazirah, Jumat (2/9).

Badan-badan lokal dan internasional, termasuk Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah menyerukan pembebasan Manasra. Zabarqa mengatakan, timnya akan membawa kasus Manasra ke Mahkamah Agung Israel.

Manasra muncul di pengadilan pada Kamis (1/9). Manasra mengatakan kepada wartawan, dia ingin pulang bertemu keluarganya. Sejauh ini dia telah menghabiskan 10 bulan di sel isolasi.

 Pada pertengahan Agustus, pengadilan Israel memperpanjang masa isolasinya hingga November. Keluarganya menggambarkan keputusan ini sebagai bentuk eksekusi dalam waktu lambat.

Pada Desember 2021, seorang dokter eksternal diizinkan mengunjungi Manasra untuk pertama kalinya sejak dia dipenjara. Zeorang psikiater dari Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF), mengeluarkan laporan medis, yang sejak itu dilampirkan pada berkas kasus Manasra. Doketer itu menyatakan, Manasra menderita skizofrenia.

Pengacara dan dokter mengatakan, Manasra mengalami berbagai penyiksaan fisik, psikologis, dan sosial. Termasuk perampasan dari konektivitas keluarga, kunjungan dan komunikasi dengan orang tua dan saudara laki-lakinya.

Manasra awalnya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, kemudian dikurangi menjadi sembilan tahun. Manasra bersama sepupunya Hassan Manasra,  diduga menikam dua pemukim Israel di dekat pemukiman ilegal Pisgat Ze'ev di Yerusalem Timur pada 2015.

Hassan, yang saat itu berusia 15 tahun, ditembak mati oleh seorang warga sipil Israel. Sementara Ahmad dipukuli habis-habisan oleh massa Israel dan dilindas oleh seorang pengemudi Israel, hingga menderita patah tulang tengkorak dan pendarahan internal.

Sebuah video menunjukkan Ahmad Manasra dengan keadaan terluka parah terengah-engah meminta bantuan. Sementara orang-orang Israel di sekelilingnya berteriak dan memaki Ahmad yang terkapar tak berdaya. Bahkan orang-orang Israel itu berteriak, "mati, mati" kepada Ahmad.

Video tersebut telah menyulut kemarahan internasional. Sementara  video lainnya menunjukkan Manasra menjalani interogasi Israel yang sangat keras. Hal ini menyebabkan kemarahan lebih lanjut.

Manasra mengaku tidak ikut berpartisipasi dalam serangan itu. Namun dia tetap didakwa dengan percobaan pembunuhan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement