REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelanjutan dari putusan damai atas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dipertanyakan oleh sejumlah pihak, khususnya yang telah sepakat dengan proposal damai yang ditawarkan. Pasalnya, sejak dicapai kesepakatan damai melalui voting pada Juni lalu, sampai saat ini belum ada putusan resmi dan kelanjutan atas penyelesaian proposal damai yang ditawarkan.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta pada 28 Juni 2022 lalu telah menyatakan bahwa status PKPU WSBP resmi berakhir melalui voting di mana mayoritas kreditur setuju atas proposal perdamaian yang ditawarkan. Sayangnya, putusan perdamaian belum dapat dinyatakan Inkracht dikarenakan adanya permohonan kasasi oleh salah satu kreditur WSBP, yakni Bank DKI.
Kondisi tersebut membuat implementasi dari kesepakatan damai pun menjadi terhambat dan dikeluhkan sejumlah pihak khususnya yang telah sepakat dengan proposal damai yang ditawarkan. PT Yaksa Tiwi Krama, Salah satu vendor dari WSBP, menyatakan bahwa pihaknya telah menyambut baik proposal perdamaian WSBP dan mendukung upaya damai yang ditawarkan. Namun, menyayangkan kondisi yang menghambat putusan inkracht tersebut.
"Harapan kami isu kasasi ini bisa segera selesai dan proses penyelesasian damai bisa segera terwujud," kata Direktur Utama PT. Yaksa Tiwi Krama, Fitra Abriwibawa kepada Republika.co.id, Kamis (1/9/2022).
Selain itu, Fitra pun berharap WSBP dapat segera pulih dari semua permasalahan khususnya PKPU agar dapat tercapai win-win solution bagi semua pihak. "Harapan kami WSBP bisa segera pulih dan recover dari semua permasalahan yang ada terutama PKPU. Karena kami punya keinginan besar untuk bisa maju bersama dengan WSBP," ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat bahwa Bank DKI dan WSBP perlu segera merumuskan solusi perdamaian, agar dapat menyakinkan pengadilan memberi putusan PKPU yang inkracht. Sehingga WSBP dapat segera merealisasikan proposal perdamaian kepada para krediturnya.
"Memang akan merugikan investor atau kreditur lainnya karena kepastian jalan keluarnya jadi tertunda lagi. Waskita Beton pun jadi punya waktu yang lebih sedikit untuk perbaikan kinerja keuangannya," ucap Huda.
Di sisi lain, permasalahan Bank DKI dengan anak usaha PT Waskita Karya (Persero) yang belum juga mencapai kesepakatan tersebut bisa juga berdampak pada rencana Bank DKI yang akan melantai di bursa pada tahun ini. Pasalnya masalah utang piutang tersebut dapat mengganggu kinerja keuangan Bank DKI.
"Tentu masalah dengan Waskita Beton akan berdampak negatif dengan rencana IPO Bank DKI. Utangnya juga lumayan kan itu kalau gagal bayar bisa menjadi preseden buruk Bank DKI apabila IPO. Harganya juga pasti akan tidak bagus. Kinerjanya akan dipertanyakan," ujar Huda.