REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Toksikologi I Made Agus Gelgel Wirasuta mengatakan, senyawa kimia sianida tak berubah dan berbau ketika dicampurkan ke makanan atau minuman. Jadi, tak ada perbedaan khusus makanan atau minum yang mengandung sianida karena ia tak berasap dan tak berbau.
"Kalau bahan bakunya dari potas, sianida tak berubah ketika dicampurkan ke makanan atau minuman. Jadi, tak ada ciri-cirinya karena tak berasap dan tak berbau, makanya dalam kasus kopi sianida yang diminum Mirna tak tercium kan," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (1/9/2022).
Ia menambahkan, saat itu mendiang Mirna merasakan kebas dan inilah ciri-ciri makanan atau minuman yang sudah dicampur dengan sianida. Gelgel menjelaskan, ini terjadi karena terjadi kontak yang begitu besar dan terjadi penebalan sistem saraf sehingga terasa kebas di mulut atau jika merasa pusing setelah meminum atau memakan racun ini karena kekurangan oksigen.
Artinya, dia menambahkan, racunnya sudah masuk dalam darah. Terkait kemungkinan orang yang keracunan sianida bisa selamat ketika mendapat penanganan medis, Gelgel mengatakan kondisinya tergantung.
Kalau sampai dilakukan tindakan cuci darah maka pasien keracunan sianida bisa diselamatkan. Tetapi itu bergantung pada jumlah dosis sianida yang masuk tubuh. Kalau dosisnya melewati level toksik, bahkan mengakibatkan iritasi keras pada permukaan sel jaringan terluar sehingga bisa menyebabkan luka lambung dan terserap dalam tubuh. Kemudian, masuk dalam pembuluh darah. Akibatnya, efek senyawa sianida susah dihambat.
Ia menyontohkan dalam kasus kopi sianida yang diminum Mirna, ia pingsan 10 menit setelah meminumnya. Kemudian, dia dinyatakan kehilangan nyawa oleh dokter 1 jam setelah kejadian.
Gelgel menjelaskan, ketika seseorang mengonsumsi sianida akan terjadi kondisi ketika kadar asam di dalam tubuh sangat tinggi (asidosis). Artinya, dia melanjutkan, derajat keasaman (pH) di tubuh sangat asam, kemudian oksigen tak bisa masuk dalam tubuh sehingga terjadi blokade oksigen. Kemudian, hemoglobin (Hb) ini berikatan dengan sianida dan ikatannya sangat kuat sehingga tidak sanggup mengambil oksigen (O2).
Kalau racunnya sedikit akan mengalami depresi pernapasan akibat kekurangan oksigen sehingga tubuh membiru. Tetapi kalau dosisnya sangat tinggi kemudian mengganggu respirasi seperti jantung dan paru-paru. Sehingga terblok respirasinya sehingga tak bisa bernapas dan terjadi mati tiba-tiba alias asidosis.
"Kalau selnya mati otomatis fungsi sel kan berhenti, fungsi saraf berhenti, jantung berhenti maka secara menyeluruh mati. Biasanya kalau keracunan sianida, warna kulitnya merah cherry," kata pria yang juga menjabat Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) ini.
Lebih lanjut ia memberikan tips bagi masyarakat untuk segera menyadari jika tak sengaja atau ada yang berniat jahat padanya yaitu jika makan sesuatu yang aneh, sebaiknya mengunyah makanan terlebih dahulu dan tidak langsung menelan. Ia menjelaskan, saat makanan ini masih ada di permukaan mulut, saraf-saraf akan kontak dan merasakan sesuatu yang enak atau tidak baik.
"Kalau mengonsumsi makanan atau minuman dicampur natrium sianida terasa kebas atau tebal karena mengiritasi sehingga jadi tak terasa," katanya.
Sebelumnya, Kepala Penerangan Kodam IV Diponegoro Letkol Bambang Hermanto mengatakan almarhum Kopda Muslimin, otak pelaku terduga penembakan terhadap istrinya, Rina Wulandari, meninggal dunia akibat keracunan sianida.
"Dari hasil pemeriksaan toksikologi, ditemukan antara lain baik dari sampel urine, otak kecil, batang otak, ginjal kiri, jantung, dan paru kiri positif mengandung racun sianida," kata Bambang dalam keterangannya, Kamis (1/9/2022).
Kandungan sianida, kata dia, juga ditemukan di sampel darah, otak besar, lambung, hati, serta ginjal kanan. Dari hasil visum et repertum, lanjut dia, juga tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh Muslimin.