Sabtu 03 Sep 2022 00:24 WIB

Manuver Puan ke Gerindra Bisa Ubah Konstelasi Koalisi Partai Saat Ini

Koalisi PDIP dan Gerindra memiliki sejarah yang berakhir dengan perjanjian Batutulis.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani (kiri).
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor melihat, manuver politik Puan Maharani ke Gerindra bisa saja membuka peluang baru koalisi antara PDIP-Gerindra di luar koalisi yang sudah terbentuk dengan PKB. Apabila pertemuan Puan dengan Prabowo ini membuahkan hasil koalisi, maka akan banyak mengubah konstelasi koalisi yang saat ini telah terbentuk.

Menurut Firman, kemungkinan ini tentu bisa saja terjadi. Sebab Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri memang ingin Puan sebagai penerusnya, mencoba menjajaki peluang maju di Pilpres 2024. Dan untuk saat ini, Prabowo dari banyak survei menunjukkan elektabilitas tinggi dibandingkan dua nama lain, yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

"Bila koalisi ini terbangun, maka akan banyak perubahan konstalasi koalisi yang saat ini sudah terjalin. Karena dari KIB akan melihat peluang kemenangan yang terbesar, termasuk PKB baru hangat hangatnya berharap Cak Imin jadi Cawapres bersama Prabowo," ujar Firman Firman kepada wartawan, Jumat (2/9/2022).

Karena, menurut dia, peluang ini bukan tidak mungkin. Koalisi PDIP dan Gerindra memiliki sejarah yang berakhir dengan perjanjian Batutulis. Maka pertemuan itu, kata dia, mungkin juga membangkitkan kenangan lama antara koalisi PDIP dan Gerindra dulu.

"Tapi juga di awal-awal isu pencapresan 2024 mulai menguat, sudah beredar kuat bagaimana PDIP dan Gerindra akan kembali bersama di 2024. Mengenai siapa presiden dan siapa wakil presiden bisa dibincangkan kembali," kata Firman.

Kemudian setelah itu sempat meredup. Seiring meredupnya wacana koalisi PDIP dan Gerindra itu kemudian muncullah koalisi tiga partai Golkar, PAN dan PPP, yang kemudian menghadirkan KIB (Koalisi Indonesia Bersatu). Kemudian Gerindra juga mengadakan Rakernas dan bersepakat bersama PKB. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memposisikan sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan dipasangkan dengan Prabowo Subianto.

Menurut Firman, mungkin bagi PKB pertemuan Prabowo dan Puan merupakan komunikasi politik biasa, karena Puan juga akan melanjutkan pertemuan ke Ketua Umum partai lain seperti Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Namun Firman melihat manuver Puan ke Prabowo ini cukup spesial, karena kembali diwacanakan melihat realitas yang ada saat ini.

Karena, diakui dia, hasil survei terhadap elektabilitas Puan memang masih jauh dari harapan, sedangkan Prabowo cukup tinggi di beberapa survei. "Dengan kondisi itu, PDIP saat ini masih memberikan sinyal bahwa Megawati meminta Puan mencoba dahulu bermanuver, sambil menunggu waktu yang tepat, menentukan posisi Puan," terangnya.

Sementara untuk Prabowo Subianto yang baru saja bersama dengan PKB dalam rencana koalisi. Menurut Firman, Cak Imin pasti tetap diajak bersama, bila koalisi dengan Puan atau PDIP jadi prioritas. Walaupun ia melihat pasti ada suara penolakan di pendukung Cak Imin, tapi ia yakin Cak Imin akan bisa menerima itu.

"Cak Imin inikan karakter politisi tulen, yang artinya belum bisa dipegang juga, karena politik apapun masih bisa terjadi, termasuk ketika pilihan Prabowo memilih Puan dalam paket capres cawapres koalisi," terangnya.

Karena itu, Firman menekankan, dalam posisi saat ini sebenarnya semua kemungkinan masih bisa terjadi. Bahkan bila koalisi parpol dengan kombinasi capres yang ditawarkan pun, masih bisa kemungkinan berubah. Termasuk nama nama lain yang sekarang elektabilitasnya tinggi namun tidak memiliki dukungan partai, seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

"Ganjar sebenarnya masih ada peluang, tapi kalau di PDIP tetap menunggu arahan Ketua Umumnya. Sedangkan partai lain juga masih menunggu, termasuk juga untuk sosok Anies. Jadi semua masih menunggu, termasuk pergerakan partai besar seperti PDIP," paparnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement