REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan ekonomi syariah sejalan dengan pengendalian inflasi pangan domestik. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menyampaikan ekonomi syariah dan pengendalian inflasi pangan sangat erat kaitannya.
"Ekonomi syariah dapat mendukung upaya pengendalian harga pangan, misal dengan mengoptimalkan peran pesantren terlibat dalam peningkatan produksi sektor pertanian," katanya dalam Digital & Sharia Economic Festival (DIGISEF) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Jawa Barat (GNPIP) Jawa Barat, Jumat (2/9/2022).
BI mengembangkan ekonomi syariah dalam tiga pilar. Pilar pertama adalah pemberdayaan sektor riil yang sejalan dengan pengendalian inflasi. Pengembangan ekosistem rantai nilai halal di pesantren dilakukan secara end to end. "Mulai dari produksi, distribusi, digitalisasi, dan contoh suksesnya adalah ekosistem ekonomi pesantren di Al-Ittifaq untuk pertanian," katanya.
Produksi pertanian ini dapat membantu menjaga ketahanan pangan wilayah sekitar. Maka ia mendorong ekosistem yang sama di pesantren-pesantren lainnya untuk memperkuat sisi pasokan pertanian.
Halal value chain akan menjaga ketahanan pangan sambil menjadi pertumbuhan ekonomi baru. Juda mengatakan, rantai nilai halal ini juga yang dapat meningkatkan posisi Indonesia sebagai hub industri halal global.
Juda mengatakan, ekonomi dan keuangan syariah baik global maupun domestik telah menunjukkan tren peningkatan yang menggembirakan. Pada 2021, menurutnya, Indonesia menempati ranking pertama sebagai negara dengan pengembangan ekosistem ekonomi syariah terbaik di dunia.
"Kita dapatkan ranking pertama sebagai negara dengan pengembangan ekosistem ekonomi syariah di dunia," katanya.
Diharapkan dengan perbaikan ekosistem maka akan mendorong pengembangan ekonomi syariah domestik. Termasuk dari sisi produksi, pemasaran, fasilitas sertifikasi, pembiayaan perbankan dan non perbankan syariah dan lainnya.
Juda mengatakan potensi Indonesia masih sangat besar untuk dikembangkan. Baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Indonesia saat ini terus mendorong industri prioritas yakni makanan halal, fashion, dan pertanian dalam arti yang lebih luas.
"Kita memiliki dua juta santri di 28 ribu pesantren seluruh Indonesia, jadi potensinya sangat besar," katanya.
Industri halal global sendiri telah mencapai nilai 2,02 triliun dolar AS pada 2021. Jumlah tersebut sangat tinggi, dibandingkan dengan PDB Indonesia yang sekitar 1,2 triliun dolar AS. Saat ini, nilai halal global ini juga masih dikuasai oleh negara non-mayoritas Muslim.
Ia mencontohkan, eksportir utama daging halal ke negara mayoritas Islam dalam naungan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah Brazil, India, Amerika Serikat, Selandia Baru, Australia. Eksportir fashion muslim itu juga didominasi oleh China, Turki, dan India.