REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky memperkirakan inflasi pada 2022 dapat mencapai 6-7 persen secara tahunan apabila harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan.
"Perkiraan saya, kalau harga BBM naik mungkin (inflasi)bisa mencapai 6-7 persen,pendorongnya naiknya harga BBM itu dan masih cukup kuatnya daya beli masyarakat," katanya di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Ia menyebut deflasi yang pada Agustus 2022 mencapai 0,21 persen secara bulanan disebabkan oleh normalisasi harga tiket pesawat dan pangan, tetapi deflasi ini tidak akan bertahan ke depan, apalagi dengan wacana pengurangan subsidi dan kompensasi BBM. "Tren deflasi tampaknya tidak akan terjadi berkelanjutan karena harga-harga komoditas relatif lebih tinggi. Di samping itu, wacana pengurangan subsidi BBM juga akan mendorong inflasi yang meningkat secara month to month ke depan," ujarnya.
Pemerintah akan sulit menekan laju inflasi sepanjang 2022 karena setiap negara di dunia mengalaminya lantaran kenaikan harga komoditas global. Namun, untuk menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu menambah jaring pengaman sosial bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan, agar bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
"Karena memang inflasi disebabkan tekanan dari ekonomi global, jadi tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga inflasi karena negara lain menghadapi permasalahan yang sama," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah akan memberikan bantuan kepada masyarakat sebesar Rp 24,17 triliun dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), subsidi upah, dan bantuan kepada pelaku transportasi umum seperti ojek.