REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menjadi negara ketujuh yang me-remake film Miracle in Cell No. 7, dan sangat mendapat sambutan baik dari sutradara Lee Hwang-kyung dan produser Kim Min-ki film aslinya asal Korea Selatan. Mereka bahkan ikut menangis saat menonton bersama penonton lain di Gala Premiere.
“Ingin membawa film ini ke Korea, terus mau dibawa nonton dengan BTS,” ungkap Kim dalam konferensi pers Gala Premiere Miracle in Cell No. 7 di XXI Epicentrum Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Bagi dia, remake Indonesia adalah yang terbaik dan paling berhasil di antara semua versi yang pernah ia tonton. Sampai mereka ikut menangis, lagu soundtrack yang dibawakan Andmesh “Andaikan Kau Datang” yang diputar di akhir cerita, membuatnya tidak terpikirkan sedikit pun minus dari remake versi Indonesia ini.
“Begitu bagusnya remake ini, kami mau remake lagi di Korea. Karena sangat bagus, sangat menyentuh sekali, sangat berhasil banget dibuatnya. Pokoknya saya berterima kasih pada penonton yang sudah datang ke sini,” ujar Kim lagi.
Decak kagum juga diungkapkan oleh Lee, yang merasa terkesan dengan euphoria penonton yang tertawa lepas pada setiap adegan komedi. Karena tawa semeriah itu, tidak ia temukan pada penonton-penonton versi remake negara lain. Lalu ketika masuk ke suasana duka, itu pun suasana yang sangat mengena di hatinya.
“Saya mau ucapkan terima kasih kepada rumah produksi Falcon Picture, Sutradara Hanung Bramantyo, dan seluruh pemain yang telah membuat film ini dengan sangat baik. Saya sudah lama tidak melihat respon penonton yang luar biasa, tertawanya dan menangisnya,” kata Lee dalam kesempatan yang sama.
Memang, komedi yang ditampilkan dalam film ini sangat kental dan dijamin membuat penonton terbahak karena memang beberapa pemerannya memiliki dasar komedian. Penonton akan dibuat tertawa melihat tingkah mereka, dan ini berbeda dengan film aslinya yang sudah membawa suasana pilu sejak di awal film.
Kemudian beberapa budaya Indonesia juga dimasukkan untuk menyesuaikan cerita, seperti adanya acara keagamaan dalam penjara atau setting rumah yang berdekatan dengan rel kereta api. Selain itu, ada juga perbedaan profesi pemeran utama dan penyebab konflik utamanya.
“Saya sangat menikmati filmnya. Menurut saya, ini sesuatu yang baru ditampilkan. Ternyata ada warna Indonesia di sini, dan saya menikmati hal-hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya, karena ini sesuatu yang baru buat saya,” papar Lee lagi.
Meskipun ada perbedaan-perbedaan yang disesuaikan, alur cerita yang dihadirkan tetap mirip dengan film aslinya yang rilis pada 2013. Berkisah tentang perjuangan seorang bapak bernama Dodo Rozak (Vino G Bastian) dengan intelektual disability, hidup berdua dengan putri semata wayangnya Kartika.
Hari-hari Dodo selalu dirawat dan dijaga dengan Kartika, meskipun ia tetap bekerja juga sebagai penjual balon keliling. Mereka selalu berbahagia walaupun hidup dengan keterbatasan ekonomi, sampai akhirnya kebahagiaan mereka direnggut oleh satu peristiwa paling membekas dalam hidup Kartika.
Dodo dituduh melakukan tindak kriminal dua sekaligus, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang gadis kecil. Dodo harus mendekam di balik jeruji dan di situ lah ia dipertemukan dengan lima penghuni sel No. 7, yang seiring berjalannya waktu menjadi baik padanya.
Bagaimana nasib Dodo setelah masuk dalam penjara? Apakah para penghuni itu akan selalu mendukungnya atau justru menjatuhkannya? Semua dapat disaksikan di bioskop seluruh Indonesia pada 8 September 2022 mendatang.