REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-Founder Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) Hangga Satya Yudha menyebutkan ada tiga solusi untuk mengatasi permasalahan harga bahan bakar minyak (BBM) sekarang ini.
Pertama, menaikkan harga BBM subsidi, yaitu Pertalite dan Solar. Kedua, membatasi penggunaan dua jenis BBM subsidi tersebut.
"Ketiga, menambah dana subsidi energi sebesar Rp198 triliun," katanya saat menjadi narasumber dalam acara diskusi "BBM Subsidi" yang diadakan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), seperti disampaikan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Ia juga mengatakan sosialisasi penggunaan aplikasi MyPertamina harus terus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan agar penggunaan BBM subsidi menjadi tepat sasaran.
Hangga mengatakan rencana kenaikan harga BBM subsidi disebabkan harga minyak dunia yang naik tinggi akibat kondisi geopolitik, cuaca, perang, dan kuota BBM bersubsidi yang diperkirakan akan habis pada Oktober ini.
"Kenaikan harga BBM ini diwacanakan untuk mengurangi beban APBN," ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Penerima Beasiswa LPDP atau Mata Garuda 4.0 itu.
Menurut Hangga, penyesuaian harga BBM akan mempengaruhi daya beli konsumen, inflasi, dan juga roda usaha nasional. Pemerintah pun telah mengalihkan dana subsidi BBM sebesar Rp24,17 triliun untuk bantuan sosial yaitu bantuan sosial tunai, bantuan subsidi upah, dan bantuan sosial dari pemerintah daerah.
Masyarakat sudah mulai mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) subsidi BBM sebesar Rp600.000 untuk empat bulan. Pada 31 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo menyalurkan BLT BBM di Kantor Pos Kabupaten Jayapura, Papua. Jumlah total penerima BLT BBM sekitar 20,6 juta orang.
Presiden berharap BLT BBM bisa menjaga daya beli dan meringankan pengeluaran masyarakat. Hangga menambahkan subsidi BBM, elpiji, dan listrik yang dialokasikan dalam APBN 2022 mencapai Rp502,4 triliun sesuai Perpres No 98 Tahun 2022.
Namun, harga minyak diperkirakan akan mencapai 105 dolar AS/barel atau di atas level yang ditetapkan dalam perpres yaitu 100 dolar/barel. Lalu, nilai tukar juga berada di Rp14.700 per dolar AS atau lebih tinggi dari asumsi Rp14.450 per dolar.
"Sementara, volume BBM bersubsidi yang dianggarkan APBN 2022 diperkirakan akan habis pada Oktober 2022," kata Hangga.
Dengan kondisi tersebut, apabila pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi, khususnya Pertalite dan Solar, maka harus ada tambahan subsidi sebesar Rp198 triliun. "Jika Rp198 triliun itu tidak disediakan pada tahun ini, maka akan ditagih melalui APBN 2023," katanya.
Artinya, menurut Hangga, potensi subsidi energi dalam anggaran negara bakal membengkak menjadi Rp700 triliun yang tentunya akan menyulitkan pemerintah dalam mengembalikan defisit fiskal di bawah tiga persen tahun depan.
"Namun demikian, apapun keputusan yang diambil pemerintah soal harga BBM ini, saya yakin akan menjadi yang terbaik untuk bangsa dan negara kita," katanya.