Sabtu 03 Sep 2022 14:41 WIB

Komnas Perempuan: Ibu PC Memiliki Hak Membela Diri

Perempuan yang berhadapan dengan hukum memiliki sejumlah hak yang dijamin dalam KUHP.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigsdir J, Putri Candrawati (PC) tetap memiliki hak untuk membela diri. Kendatipun laporannya terkait dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J itu dihentikan oleh kepolisian.

Menurut Komnas Perempuan, penetapan Putri Candrawati sebagai tersangka atau perempuan yang berhadapan dengan hukum memiliki sejumlah hak yang dijamin dalam kitab undang-undang hukum acara pidana. Di antaranya, hak untuk melakukan pembelaan diri, praduga tidak bersalah, hak atas bantuan hukum, hak memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, hak bebas dari pertanyaan yang menjerat, hak untuk melakukan pembelaan diri dan juga hak atas kesehatan. 

Karena itulah Komnas Perempuan dalam siaran persnya, mendorong agar PC mendapatkan pendampingan psikologis. “Mengingat kondisi psikologis Ibu PC, sebagaimana juga disimpulkan dari pemeriksaan dan observasi LPSK, Komnas HAM dan Komnas Perempuan mendorong agar pendampingan psikolog dan psikiater sebagai bagian dari hak atas kesehatan tetap dilakukan,” kata Komnas Perempuan dikutip dari website resminya pada Sabtu (3/9).

Menurut KomnasPR, dengan adanya proses pendampingan psikologis kedepannya akan memungkinkan PC untuk memberikan keterangan (kesaksian) sehingga memperlancar proses hukum kasus ini. 

“Selain merupakan bagian dari upaya pemulihan PBH sejak awal proses hukum hingga persidangan dan pasca putusan pengadilan, proses pedampingan psikologis akan memungkinkan ibu P untuk memberikan keterangan sehingga memperlancar proses hukum kasus ini,” kata KomnasPR.

Karenanya, Komnas HAM dan Komnas Perempuan akan melakukan pemantauan untuk memastikan negara melalui aparat penegak hukum menghormati dan memenuhi hak-hak PC sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan. 

“Untuk kelanjutan pemeriksaan Komnas HAM dan Komnas Perempuan, masih akan terus berproses dan melanjutkan koordinasi dengan berbagai pihak terkait,” kata KomnasPR.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement