REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah diminta mewaspadai dampak penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia masih berada pada masa pemulihan akibat dampak pandemi Covid-19.
Ekonom Universitas Brawijaya Nugroho Suryo Bintoro di Kota Malang, Jawa Timur mengatakan salah satu hal yang perlu diantisipasi dari kenaikan harga BBM adalah target pertumbuhan ekonomi karena kebijakan ini bisa menghambat konsumsi masyarakat.
"Untuk masalah yang harus diantisipasi adalah terkait target pertumbuhan ekonomi, karena besar kemungkinan akan menjadi ancaman. Saat ini, kita masih dalam kondisi pemulihan (akibat Covid-19)," kata Nugroho, Sabtu (3/9/2022).
Nugroho menjelaskan, pengguna BBM subsidi jenis pertalite, solar dan non-subsidi pertamax, saat ini mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah dan juga masyarakat menengah ke bawah.
"Masyarakat ekonomi kelas menengah yang menahan konsumsi itu yang perlu diwaspadai. Karena ini bukan lagi konsumsi makanan, tapi kita bicara sektor sekunder dan tersier yang memiliki banyak nilai tambah," katanya.
Ia juga menambahkan salah satu sektor yang akan terganggu akibat kenaikan harga BBM tersebut antara lain adalah pada penjualan kendaraan bermotor bekas. Selain itu,sektor pariwisata ikut terkena dampak penyesuaian harga BBM. Masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan rekreasi akan menahan pengeluaran di daerah tujuan wisata akibat dampak kenaikan biaya perjalanan dari agen wisata.
"Rangkaian itu yang kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan terganggu, sementara kita juga masih dalam kondisi pemulihan. Ini yang berbahaya," ujarnya.
Selain itu, dampak lanjutan akibat penyesuaian harga BBM adalah kenaikan harga sejumlah bahan pokok penting karena biaya distribusi juga ikut mengalami kenaikan. "Proses distribusi akan tetap berjalan, yang menjadi pertanyaan apakah kenaikan BBM juga berpengaruh terhadap harga jual akhir komoditas penting itu," ujarnya.
Ia menambahkan, jika harga bahan pokok penting tersebut mengalami kenaikan dan inflasi tahun ke tahun di bawah pertumbuhan ekonomi, maka akan mengganggu daya beli masyarakat Indonesia. "Ketika inflasi lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi, maka itu akan mengganggu daya beli masyarakat dan itu tidak boleh terjadi. Itu harus diwaspadai pemerintah," katanya.
Pemerintah memutuskan menyesuaikan harga BBM bersubsidi pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, dari sebelumnya Rp7.650 per liter. Penyesuaian itu dimulai pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.
Selain pertalite, BBM bersubsidi solar juga mengalami penyesuaian harga, dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. BBM non-subsidi jenis pertamax dilakukan penyesuaian harga dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.