Ahad 04 Sep 2022 14:00 WIB

Perbankan Ungkap Tiga Dampak Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengungkapkan tiga dampak akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini merespons keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap harga pertalite, solar, dan pertamax. 

Adapun harga pertalite naik menjadi Rp 10 ribu per liter, dari harga sebelumnya Rp 7.650 per liter. Lalu, solar subsidi naik menjadi Rp 6.800 per liter dari Rp 5.150 per liter. Kemudian, harga pertamax nonsubsidi naik menjadi Rp 14.500 per liter dari Rp 12.500 per liter.

Baca Juga

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, adanya penyesuaian harga BBM akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga acuan. Adanya kebijakan tersebut dilakukan akibat subsidi energi yang melonjak sebesar Rp 502,4 triliun atau meningkat Rp 349,9 triliun dari anggaran awal sebesar Rp 152,1 triliun,

Ada tiga dampak akibat naiknya harga BBM yakni pertama diprediksi pangkas akan memangkas pertumbuhan ekonomi hingga 0,33 ppt. Pada semester I 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,23 persen. Hal ini didukung oleh naiknya mobilitas setelah pelonggaran PPKM, bantuan sosial dari pemerintah, dan kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan.

“Maka demikian, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh kisaran lima persen secara full-year pada tahun ini,” ujarnya dalam riset Bank Mandiri, Ahad (4/9/2022).

hal kedua, inflasi diprediksi berada kisaran 6,27 persen pada 2022. Naiknya ketiga jenis BBM sudah pasti akan mengerek inflasi. Berdasarkan perhitungan Bank Mandiri, kenaikan harga pertalite sebesar 30,72 persen dan pertamax sebesar 16 persen secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt. 

Sementara itu, kenaikan harga solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi. "Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula," ucapnya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, Bank Mandiri memproyeksikan inflasi pada akhir 2022 bakal berada pada kisaran 6,27 persen atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal mereka yang sebesar 4,60 persen. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan akan berada pada kisaran 4,35 persen hingga akhir tahun ini.

Faisal juga memberikan catatan, terdapat empat bulan berjalan sisa 2022, sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada 2023 terutama pada semester pertama.

Hal tersebut, lanjut Faisal, disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga.

“Bank Mandiri melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 persen hingga empat persen,” ucapnya.

Bank Indonesia diprediksi naikkan BI7DRRR sebesar maksimal 100 bps pada sisa 2022. Kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI7DRRR sebesar maksimal maksimal 100 bps ke 4,75 persen pada sisa 2022.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi awal Bank Mandiri sebesar 50  bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM subsidi. “Kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I 2022 juga bakal membuka peluang Bank Indonesia untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal 2023,” ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement