REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamaluddin Ritonga,menyesalkan langka Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi dengan tiba-tiba. Apalagi keputusan menaikkan harga BBM belum dibicarakan dengan DPR RI.
"Jadi, pemerintah tampaknya tidak membicarakan kenaikan harga BBM dengan DPR RI. Pemerintah secara sepihak memutuskan sendiri besaran kenaikan harga BBM," kata Jamalludin, dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/9/2022).
Jamaluddin menilai DPR RI seharusnya secara kelembagaan protes terhadap pemerintah karena tidak dilibatkan dalam menaikkan harga BBM. Bahkan selayaknya DPR RI memintah pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM.
"Namun hal itu tidak dilakukan DPR RI. Beberapa fraksi justru terkesan memahami kebijakan yang diambil pemerintah," ujarnya.
Ia menilai hal itu terjadi karena DPR RI dikuasai partai pendukung pemerintah. Partai Demokrat dan PKS yang menentang kenaikan harga BBM terkesan tidak dianggap oleh partai pendukung pemerintah.
"Akibat pemerintah terkesan semena-mena menaikkan harga BBM. DPR RI sebagai wakil rakyat terkesan sudah tidak dianggap keberadaannya," ucapnya.
"Jadi, dengan lemahnya DPR RI, maka Jokowi merasa tidak masalah kapan saja menaikkan harga BBM. Baginya, kalau harga BBM.memang harus naik ya dinaikkan saja. Toh ia yakin DPR RI akan memakluminya," imbuhnya.