Langkah Nyata Pengembangan Potensi Kunyit di Kota Malang
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Tim dosen dan mahasiswa KKN Tematik LPPM Universitas Brawijaya (UB) melaksanakan kegiatan pengabdian di Eduwisata Kampoeng Buah Bercahaya, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. | Foto: LPPM UB
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wilayah Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur, termasuk penghasil kunyit terbesar. Bahkan banyak ditemukan kunyit dibuang begitu saja oleh masyarakat di tegalan.
Anggota Tim Hibah Pengabdian Masyarakat Strategis LPPM Universitas Brawijaya (UB), Ema Yunita Titisari mengatakan, pembuangan kunyit biasanya terjadi saat harga panen jatuh. Bisa juga terjadi saat produksi melimpah dan tidak terserap pasar.
“Sayang sekali, banyak kunyit dibuang begitu saja di pinggir tegalan. Kalau diolah dan dimanfaatkan, tentunya akan dapat menambah penghasilan,” ujar Ema di Kota Malang.
Di samping itu, saat ini banyak ibu yang ikut bekerja. Sebab itu, kegiatan pekerjaan rumah seperti memasak membuat mereka lebih memilih yang praktis-praktis saja. Bumbu instan pun menjadi pilihan karena mereka tidak perlu mengolah bumbu kembali.
Tidak hanya ibu bekerja, ibu-ibu milenial pun pasti lebih suka yang praktis. Namun jika membeli bumbu bubuk di pasaran, mereka sering merasa ragu-ragu akan kualitasnya. Mereka khawatir terdapat campuran bahan yang lain sehingga rasanya menjadi kurang sedap.
Ketua tim hibah PMS, Damayanti Asikin mengatakan, tim dosen dan mahasiswa KKN Tematik LPPM UB berusaha memanfaatkan potensi lokal. Hal ini sekaligus memberdayakan masyarakat setempat.
Dengan demikian, potensi mereka memiliki nilai tambah terutama nilai ekonomi. Mengingat kunyit termasuk produk lokal yang sangat melimpah, maka timnya mengadakan penyuluhan dan pelatihan pembuatan kunyit bubuk dan jamu kunyit asam manis.
Untuk melaksanakan program ini, tim menargetkan ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri. Dengan adanya program tersebut, timnya ingin menyediakan bumbu dapur yang orisinal, sehat, dan berkualitas.
Kemudian mengenalkan jamu sebagai minuman lokal yang terbukti berkhasiat untuk kesehatan juga akrab dengan generasi muda. "Produk ini kami pilih karena concern kami terhadap kesehatan masyarakat dan ekologi,” kata Damayanti.
Untuk melakukan pengolahan kunyit, tim menggandeng Pesantren Manajer Tholabie sebagai sentra Eduwisata Kampoeng Buah Bercahaya. Kegiatan dimulai sejak Agustus lalu dan direncanakan berakhir pada pengujung 2022.
Dalam kegiatan ini, Damayanti dan tim memberi bantuan alat berupa mesin penyerbuk dan beberapa alat untuk mengolah kunyit lainnya. Kemudian memberikan bantuan desain kemasan dan merek.
Lalu pembuatan konten untuk pemasaran dan membantu membuat desain e-library di sentra Eduwisata Kampoeng Buah Bercahaya. Menurut Damayanti, sinergi dan kolaborasi ini merupakan implementasi konsep communal branding yang diusung oleh Eduwisata Kampoeng Buah Bercahaya.
Dengan langkah tersebut diharapkan pengolahan kunyit bisa menjadi produk yang memiliki added-value. Kemudian dilaksanakan dengan berbasis konsep asset based development.
Selanjutnya, Damayanti dan tim menargetkan ke depannya tidak hanya kunyit yang diolah menjadi serbuk untuk bumbu tetapi juga jahe, ketumbar, merica, cabai, dan empon-empon lain hasil bumi.
"Tim dosen, mahasiswa, dan mitra berharap agar program ini dapat berkelanjutan dan Eduwisata Kampoeng Buah Bercahaya memiliki lebih banyak produk unggulan," kata dia menambahkan.