Organda Pasrah di Tengah Pengendalian dan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Organda Pasarh di Tengah Pengendalian dan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Para pengusaha angkutan yang tergabung dalam Organda Kabupaten Semarang hanya bisa pasrah terkait dengan kebijakan pembatasan serta kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah.
Ketua DPC Organda Kabupaten Semarang, Hadi Mustofa mengatakan, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi itu ranahnya Pemerintah, bagi para pengusaha angkutan (Organda) hanya bisa berharap masih ada ‘kelonggaran’ dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan.
“Mau berbuat apa, itu sudah menjadi kewenangan Pemerintah, ingin menolak kenaikan atau minta turun pasti juga susah,” ungkapsnya, saat dikonfirmasi di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (5/9).
Mestinya, jelas Hadi Mustofa, yang ‘diberikan’ tarif oleh Pemerintah itu jangan hanya ojek online (ojol) dan taksi online saja. Maka harapan Organda Kabupaten Semarang –khususnya angkutan barang—Pemerintah juga menentukan tarif untuk angkutan barang.
Misalnya ada kenaikan berapa persen tarif angkutan barang sesuai dengan kenaikan harga BBM (solar) bersubsidi. Sebab untuk angkutan penumpang lebih enak.
Misalnya kebijakan kenaikan harga Pertalite baru- baru ini hampir mencapai 25 persen, dari Rp 7.650 per liter harga lama sekarang menjadi Rp 10.000 per liter.
“Kalau ada kenaikan harga BBM 25 persen, pokoknya tarif angkutan untuk penumpang umum naik Rp 1.000 dan anak sekolah Rp 500 mudah menyesuaikan, karena kebutuhannya jelas,” lanjutnya.
Untuk itu, Organda juga akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi ada tidak surat edaran itu. “Karena angkutan barang ini kan sekarang ranahnya gubernur,” tegasnya.
Terkait pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi angkutan pariwisata, AKAP, angkutan barang (khususnya ekspedisi) kalau hanya diberikan kuota 200 liter, menurut Hadi Mustofa masih kurang.
Harapannya kuotanya masih ditambah lagi tidak hanya 200 liter. Misalnya untuk Surabaya- Jakarta hanya ‘dijatah’ 200 liter, kemudian paginya saat harus beli sudah tidak ada kuota lagi (habis).
“Menurut teman- teman, 200 liter itu kurang, harapannya bisa ditambah lagi. Nanti kalau habis di tengah jalan baru bisa beli yang BBM non subsidi,” lanjutnya.
Di lain pihak, hadi Mustofa juga mengungkapkan, sudah disosialisasikan melaluii media cetak, media online di televisi ada skema bantuan Pemerintah sebesar Rp 2,17 triliun (2 persen dari dana transfer umum) untuk membantu sektor transportasi.
Harapannya angkutan umum dan angkutan barang anggota Organda juga dipikirkan. Bahkan jika mekanisme penyalurannya melalui desa juga rentan terhadap problem pemerataan hak.
“Kalau lewat desa itu saya bukan bilang tidak baik, tapi kurang baik. Karena dikhawatirkan banyak yang tidak dapat. Mungkin bisa dilewatkan Dirlantas seperti dulu, sehingga anggota organda bisa komanan (red; kebagian),” tandasnya.