Senin 05 Sep 2022 23:50 WIB

Suku Bunga BI Naik, OJK: Pertumbuhan Kredit Semakin Luas

OJK sadar suku bunga acuan naik jadi tantangan perbankan dorong penyaluran kredit

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen membuka peluang pertumbuhan kredit semakin meluas.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen membuka peluang pertumbuhan kredit semakin meluas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen membuka peluang pertumbuhan kredit semakin meluas.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi tantangan bagi industri perbankan dalam mendorong penyaluran kredit.

"Saya memperkirakan pertumbuhan kredit masih terus berlangsung. Dengan likuiditas yang sangat ample, potensi pertumbuhan kredit sangat luas," ujarnya saat konferensi pers, Senin (5/9/2022).

Menurutnya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia juga merupakan komponen terbesar dalam pertumbuhan kredit.“Suku bunga BI memang komponen yang sangat menentukan dalam pertumbuhan kredit, jadi merupakan tantangan sendiri bagi perbankan dalam mendorong intermediasi pada situasi ekonomi yang sekarang sedang bergejolak dan pandemi belum selesai 100 persen," ucapnya.

Dia menyadari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi sesuatu yang perlu dicermati lebih jauh ke depan. Menurutnya saat ini  kondisi likuiditas masih memadai yang tercermin dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 124,45 persen dan 27,92 persen. 

“Angka itu terjaga di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50 persen dan 10 persen,” ucapnya.

Sementara itu likuiditas perbankan daerah pada Juli 2022 berada pada level yang memadai sebagaimana tercermin pada AL/NCD dan AL/DPK yang berada di atas threshold, masing masing 118,21 persen dan 24,17 persen. Adapun profil risiko perbankan pada Juli 2022 masih terjaga dengan rasio non performing loan (NPL) neto perbankan sebesar 0,82 persen, dengan NPL bruto sebesar 2,9 persen.

Kemudian posisi Devisa Neto (PDN) pada Juli 2022 sebesar 1,77 persen atau berada jauh di bawah threshold sebesar 20 persen. Industri perbankan juga mencatatkan peningkatan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) menjadi sebesar 24,92 persen.

Dari sisi lain, pihaknya melihat pemulihan ekonomi masih tumbuh dan cenderung sangat prospektif dibanding negara lain. Maka itu, pertumbuhan kredit masih akan terus berlanjut dan kemungkinan dampak dari kenaikan suku bunga acuan baru akan bertahap diimplementasikan oleh perbankan lantaran terdapat transmisi antara kebijakan moneter dengan perbankan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement