REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membahas dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berupa pergerakan inflasi untuk menentukan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023. Komponen yang menjadi patokan (UMP) adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan inflasi.
"Kenaikan harga BBM juga pasti akan berdampak," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Andri Yansyah di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi bukan merupakan komponen yang membentuk UMP 2023. Namun, kenaikan harga BBM diperkirakan ikut mendorong inflasi khususnya inflasi yang dibentuk karena harga diatur pemerintah (administered price).
Sedangkan inflasi, menjadi salah satu komponen untuk merumuskan besaran UMP. Inflasi nantinya akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan capaian inflasi itu akan menjadi rujukan Dewan Pengupahan menentukan besaran UMP.
Saat ini, pihaknya sedang melakukan grup diskusi terkait UMP 2023 di Dewan Pengupahan. Sedangkan UMP yang berlaku saat ini, lanjut dia, masih UMP berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) 1517 tahun 2022 tentang UMP 2022 dengan besaran mencapai Rp 4.641.854.
Saat ini, kata dia, Pemprov DKI masih menggunakan UMP berdasarkan Kepgub 1517 tahun 2022 karena belum ada ketetapan hukum mengingat masih dalam tahap banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta.
"Kami tetap mengacu kepada Kepgub 1517 yang Rp4,6 juta sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap," ucapnya.
Rencananya, Pemprov DKI Jakarta menetapkan besaran UMP 2023 akan ditetapkan pada 20 November 2022.
Pemerintah sejak 3 September 2022, menaikkan harga BBM yaitu harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp Rp6.800 per liter dan Pertamax non-subsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.