Selasa 06 Sep 2022 16:30 WIB

John Kerry Desak China Kembali ke Perundingan Perubahan Iklim

Pemimpin dunia diminta mempercepat transisi energi dari bahan bakar fosil.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Utusan Khusus Gedung Putih pada isu perubahan iklim John Kerry mendesak China untuk kembali ke meja perundingan bilateral untuk mengatasi krisis perubahan iklim.
Foto: Antara/Media OOC 2018/Prasetia Fauzani
Utusan Khusus Gedung Putih pada isu perubahan iklim John Kerry mendesak China untuk kembali ke meja perundingan bilateral untuk mengatasi krisis perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Utusan Khusus Gedung Putih pada isu perubahan iklim John Kerry mendesak China untuk kembali ke meja perundingan bilateral untuk mengatasi krisis perubahan iklim. Ia meminta pemimpin dunia mempercepat transisi energi dari bahan bakar fosil.

Kerry mengatakan, Amerika Serikat (AS) dan China yang merupakan dua perekonomian terbesar di dunia harus bekerja sama dalam mengatasi perubahan iklim. Dua negara itu juga merupakan kontributor terbesar gas rumah kaca.

Baca Juga

"Harapan saya Presiden Xi (Jinping) kembali ke meja perundingan dengan kami sehingga kami bisa bekerja sama untuk mengatasi ancaman internasional ini," kata Selasa (6/9/2022).

Bulan lalu China menangguhkan perundingan tentang perubahan iklim, keamanan dan bidang lainnya dengan AS sebagai respons atas kunjungan kontroversial ketua House of Representative AS Nancy Pelosi ke Taiwan. China mengatakan AS harus menghilangkan "pengaruh negatif" sebelum perundingan dapat dilakukan kembali.

Berbicara dengan kelompok bisnis AS di Hanoi, Kerry juga meminta sektor swasta untuk mendorong investasi dalam proses transisi energi. Ia menekankan, pentingnya negara-negara untuk menjauhi bahan bakar kotor, seperti batu bara dan minyak dan menggantinya dengan sumber daya terbarukan, untuk membatasi pemanasan global 1,5 derajat Celsius di atas era pra-industri.

"Tidak ada pemerintah di bumi yang memiliki cukup uang untuk mendanai transisi, satu-satu caranya untuk mendanainya adalah membawa sektor swasta ke meja perundingan," katanya.

Pernyataan Mantan Menteri Luar Negeri itu disampaikan beberapa hari setelah pejabat lingkungan negara-negara G20 gagal menyetujui komunike bersama dalam pertemuan mereka di Bali, Indonesia. Kerry mengatakan tingkat penggunaan sumber energi terbarukan Vietnam masih sangat rendah.

Energi angin dan matahari menyumbang 23 persen dari kapasitas pembangkit listrik Vietnam. Tapi penggunaan sumber daya terbarukan itu hanya 4 persen karena infrastruktur transmisi yang lemah.

Bulan lalu Vietnam yang merupakan pusat manufaktur Asia Tenggara mengatakan membutuhkan investasi sekitar 8 sampai 14 miliar dolar AS sampai 2030 untuk membangun pembangkit listrik baru dan memperluas jaringannya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement