REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di depan Gedung DPR RI Jakarta pada Selasa (6/9/2022). Dalam kesempatan itu Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengancam pihaknya akan melakukan mogok nasional jika sampai akhir tahun harga BBM tidak diturunkan.
"November akhir atau Desember awal, bila BBM tidak diturunkan, Omnibus Law tetap dipaksa disahkan, upah tidak dinaikkan, wahai kaum buruh, petani, nelayan, kelas pekerja, persiapkan dirimu, mogok nasional," tegas Said Iqbal disela-sela aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2022).
Said Iqbal meminta agar kaum buruh tidak takut untuk melancarkan mogok nasional. Bahkan, dirinya siap bertanggungjawab jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan yang menimpa kaum buruh akibat mogok nasional tersebut. Karena itu, ia menyerukan aksi mogok nasional secara terbuka, tapi konstitusional dengan mengikuti aturan undang-undang dan menjaga ketertiban.
"Syaratnya gampang, setop produksi, lumpuh ekonomi. Di sini ada pengemudi, bus, Damri, saya akan instruksikan mereka setop operasional. Kita galang kekuatan dengan mahasiswa, kita akan ajak mahasiswa," papar Presiden Partai Buruh tersebut.
Dalam kesempatan itu, Said Iqbal juga menyampaikan bahwa ekonomi rakyat telah dilumpuhkan oleh kebijakan yang berpihak kepada kapitalisi modal. Disebutnya, atas nama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia atau APBN pemerintah tega menyengsarakan rakyat.
Sebelumnya, Said Iqbal menjelaskan ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan tersebut. Pertama, kenaikan BBM tersebut akan menurunkan daya beli yang sekarang ini sudah turun 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50 persen.
"Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflansi menjadi 6,5 persen hingga minus 8 persen, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket," kata Said Iqbal.
Di sisi lain, lanjutnya, upah buruh tidak naik dalam tiga tahun terakhir. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. "Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi," tegasnya.
Alasan kedua buruh menolak kenaikan BBM karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia. Terkesan sekali, pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat. Terkait dengan bantuan subsidi upah sebesar Rp 150 ribu selama empat bulan kepada buruh, menurut Said Iqbal ini hanya "gula-gula saja" agar buruh tidak protes.
"Tidak mungkin uang Rp 150 ribu akan menutupi kenaikan harga akibat inflansi yang meroket. Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah," keluh Said Iqbal.
Selain itu, Said Iqbal juga mengkhawatirkan, dengan naiknnya BBM maka ongkos energi industri akan meningkat. Hal itu, kata dia, berpotensi memicu terjadinya ledakan PHK. Terbaru harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000/liter. Kemudian harga solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter. Pertamax juga ikut naik hari ini dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.