Polres Purbalingga Ungkap Kasus Prostitusi via Michat, Begini Kronologisnya
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kasat Reskrim Polres Purbalingga AKP Edi Sukamto Nyoto merilis pengungkapan prostitusi online via aplikasi Michat, Selasa (6/9/22). | Foto: Polres Purbalingga
REPUBLIKA.CO.ID,PURBALINGGA - Satreskrim Polres Purbalingga berhasil mengungkap kasus prostitusi online melalui aplikasi Michat. Hal tersebut terungkap dalam konferensi pers yang digelar di halaman Polres Purbalingga, Selasa (6/9/2022) sore.
Kasat Reskrim Polres Purbalingga AKP Edi Sukamto Nyoto yang memimpin konferensi pers mengatakan tersangka yang berhasil diamankan yaitu RCT (21), laki-laki, pekerjaan karyawan swasta, warga Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.
"Modusnya pelaku membuat akun Michat dengan nama Niken, kemudian menawarkan layanan prostitusi kepada pengguna Michat. Setelah transaksi terjadi kemudian pelaku mendapatkan uang bagiannya," jelasnya, Selasa (6/9/2022).
Kasus ini terungkap bermula saat adanya informasi masyarakat terkait dugaan prostitusi online. Petugas kemudian melakukan penyelidikan informasi tersebut dan hasilnya petugas berhasil mengidentifikasi dan kemudian mengamankan pelaku pada Selasa (23/8/2022).
Barang bukti yang berhasil diamankan diantaranya 1 unit telepon genggam merk Samsung Galaxy A5, 1 unit, telepon genggam merk Vivo Y 91, 1 lembar screenshot foto profil akun Michat atas nama Niken, 1 lembar bukti percakapan Michat, 1 buah alat kontrasepsi, 1 bendel print out aplikasi DANA, 1 bendel print out rekening koran BCA.
Dari keterangan tersangka, ia mengaku sudah melakukan bisnis prostitusi online melalui aplikasi sejak bulan Februari 2022. Sedangkan perempuan yang dipekerjakan adalah IQ (27 tahun), teman tersangka, warga Kabupaten Kebumen. Menurut tersangka, lokasi transaksi berada di wilayah Kabupaten Purbalingga, namun berbeda-beda tempat tergantung kesepakatan dengan pemesan.
"Dari kegiatan prostitusi online yang dijalankan, tersangka mengaku sudah mendapat keuntungan hingga mencapai Rp. 7 juta," katanya.
Kasat Reskrim menambahkan kepada tersangka dikenakan Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Ancaman hukuman pasal tersebut yaitu pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar," tandasnya.