REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Administrasi Sipil Israel akan melegalkan lahan pertanian liar di wilayah pendudukan Tepi Barat dengan sistem baru. Haaretz melaporkan, sekitar 30 hingga 35 posko ilegal memenuhi kriteria dasar yang termasuk berada di "tanah milik negara".
Implementasi sistem baru akan membutuhkan persetujuan Menteri Pertahanan Benny Gantz dan Kementerian Kehakiman Israel. Sebuah sumber di Dewan Yesha, yaitu organisasi payung utama para pemukim, mengatakan kepada Haaretz, kepala gerakan pemukiman berpengaruh Amana, Ze'ev Hever, mempelopori upaya legalisasi atas nama dewan. Hever juga melobi untuk meningkatkan jumlah lahan pertanian liar yang memenuhi syarat di bawah peraturan baru.
Dilansir Middle East Monitor, Rabu (7/9/2022), Administrasi Sipil Israel mendorong untuk melegalkan antara 30 hingga 40 lahan pertanian ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat di bawah sistem baru. Sistem baru ini diperkirakan akan mempersulit para gembala Palestina. Mereka harus mendapatkan izin terlebih dahulu untuk menggembalakan ternaknya di lahan pertanian tersebut. Saat ini, para gembala Palestina dapat bebas menggembalakan ternaknya di lahan pertanian liar tanpa harus meminta izin kepada otoritas Israel.
Terdapat beberapa lahan yang digunakan untuk penggembalaan hewan di Tepi Barat. Dalam beberapa tahun terakhir, minimal 50 lahan liar memiliki luas sekitar 240 ribu dunam atau 240 kilometer persegi. Sekitar tujuh persen lahan di Area C telah dibangun oleh gerakan pemukiman, Amana.
Lahan liar ini terdiri dari petak-petak tanah yang luas dengan sangat sedikit penduduk. Karena tanah yang luas dialokasikan untuk tujuan penggembalaan. Menurut Kementerian Pertanian, bangunan yang berada di atas lahan tersebut tidak memiliki izin.
Data dari gerakan hak asasi manusia Israel, Peace Now menunjukkan, ada sekitar 666.000 pemukim yang tinggal di 145 permukiman besar dan 140 pemukiman liar di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Semua pemukiman dan pemukiman liar Israel adalah ilegal menurut hukum internasional.