REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Ukraina mengecam penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang yang dilakukan Rusia terhadap tokoh Muslim yang juga Wakil Ketua Dewan Majelis Tatar Krimea, Nariman Dzhelyalov. Penahanan ini diduga dilatarbelakangi aksi balas dendam.
"Kami mengutuk tindakan seperti itu dari Federasi Rusia dan mengingatkan bahwa di bawah Konvensi Jenewa, Rusia sebagai kekuatan pendudukan bertanggung jawab untuk menyediakan kondisi kehidupan yang sesuai di wilayah itu (Krimea), di mana mereka telah melakukan kontrol yang efektif," kata Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam keterangannya, Rabu.
Krimea adalah wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia pada 2014. Pada 4 September 2021, Dzhelyalov dan empat warga Krimea lainnya ditahan oleh otoritas pendudukan Rusia atas tuduhan terlibat melakukan kerusakan pada pipa gas di Desa Perevalnoye, di jalan raya dari Simferopol menuju Yalta.
Kemlu Ukraina menilai penahanan Dzhelyalov dan dakwaan yang dijatuhkan kepadanya sebagai balas dendam Rusia atas partisipasi sang tokoh dalam KTT Pelantikan Platform Krimea Internasional pada 23 Agustus 2021, serta upaya lain untuk mematahkan semangat perlawanan terhadap pendudukan di wilayah Semenanjung Krimea.
Dzhelyalov tidak dapat mengikuti KTT ke-2 Platform Krimea, tetapi para peserta mendesak Rusia untuk segera membebaskannya. Seruan itu juga dicantumkan dalam Pernyataan Bersama yang disetujui oleh KTT pada 23 Agustus 2022.
Mereka juga mengimbau mitra internasional untuk meningkatkan tekanan politik dan diplomatik, serta sanksi kepada pemimpin Rusia demi pembebasan warga negara Ukraina yang tidak bersalah. Ukraina dan negara-negara mitra akan melanjutkan perjuangan untuk kebebasan mereka, termasuk dalam kerangka Platform Krimea Internasional.