Rabu 07 Sep 2022 21:38 WIB

MAKI Usulkan Cabut Hak Remisi Bagi Koruptor untuk Beri Efek Jera

Sejumlah koruptor bebas bersyarat hari ini.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Muhammad Hafil
 MAKI Usulkan Cabut Hak Remisi Bagi Koruptor untuk Beri Efek Jera. Foto:  Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
MAKI Usulkan Cabut Hak Remisi Bagi Koruptor untuk Beri Efek Jera. Foto: Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan banyaknya narapidana korupsi yang mendapatkan hak bebas bersyarat. Hal ini dinilai menunjukkan bahwa hukuman bagi tindak pidana korupsi tidak memberikan efek jera.

MAKI menyatakan kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Pesan efek jera tidak nyampe karena nampak kemudian hukumannya sudah ringan, kemudian dapat keringanan-keringanan, bahkan bebas bersyarat yang sebelumnya dipotong remisi," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dihubungi Republika, Rabu (7/9/2022).

Baca Juga

Menurut Boyamin, kedepannya hakim harus memberikan hukuman yang tinggi sekaligus pencabutan hak bagi koruptor sebagai upaya memberikan efek jera. Pencabutan hak itu, jelas dia, tidak hanya menyangkut hak memilih dan dipilih dalam pemilu, tetapi juga hak untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan.

Ia mengungkapkan, aturan mengenai pencabutan hak remisi bagi koruptor itu salah satunya sudah berlaku di Amerika Serikat. Boyamin pun mendorong agar aturan serupa juga semestinya diterapkan di Indonesia.

"Jadi selain dihukum tinggi, maka ditambah (tuntutan) pencabutan hak untuk mendapatkan pengurangan (masa tahanan). Itu harus kita dorong," ujarnya.

"Dan yag bisa melakukan itu hanya penuntut umum, yaitu Kejaksaan Agung maupun KPK dalam melakukan tuntutan. Sehingga nanti hakim mengabulkan hukuman tinggi dan juga mencabut hak-hak untuk mendapatkan pengurangan (masa tahanan)," tambahnya menjelaskan.

Sebelumnya diberitakan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menerbitkan surat keputusan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas bagi ribuan narapidana dari semua kasus tindak pidana di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2022. Diantaranya merupakan 23 narapidana kasus korupsi yang menerima hak bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).

"Pada bulan September sudah diberikan hak bersyarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada sebanyak 1.368 orang narapidana semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah 23 narapidana tipikor," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham, Rika Aprianti dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Rika mengatakan, 23 narapidana tindak pidana korupsi itu berasal dari Lapas Kelas I Sukamiskin dan Lapas Kelas IIA Tangerang. Beberapa terpidana yang menerima hak bebas bersyarat itu diantaranya, yakni mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, eks Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah, Desi Aryani, dan Mirawati.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement