REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Yair Lapid pada Rabu (7/9/2022) menolak seruan Amerika Serikat (AS) untuk meninjau kembali aturan operasi militer Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Seruan ini menyusul penembakan yang menewaskan jurnalis veteran Palestina Shireen Abu Akleh oleh militer Israel di Kota Jenin, Tepi Barat pada Mei lalu.
“Tidak ada yang akan mendikte kebijakan tembakan terbuka kami, ketika kami berjuang untuk hidup. Tentara kami mendapat dukungan penuh dari pemerintah Israel dan rakyat Israel,” kata Lapid.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, mereka akan menekan Israel untuk meninjau kebijakannya setelah kematian Abu Akleh. AS dan Israel secara terpisah menyimpulkan bahwa, Abu Akleh kemungkinan ditembak oleh tentara Israel secara tidak sengaja selama baku tembak dengan warga Palestina. Kendati demikian, rekaman video menunjukkan tidak ada militan atau bentrokan di sekitarnya pada saat itu.
"Kami akan terus menekan Israel untuk meninjau dengan cermat kebijakan dan praktiknya tentang aturan operasi (militer), mempertimbangkan langkah-langkah tambahan untuk mengurangi risiko kerugian sipil, melindungi jurnalis, dan mencegah tragedi serupa di masa depan,” kata Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel.
Israel telah melakukan serangan malam di wilayah pendudukan Tepi Barat, menyusul serangkaian serangan mematikan oleh warga Palestina musim semi lalu yang menewaskan 19 orang. Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya 90 warga Palestina telah tewas oleh tembakan Israel tahun ini, dan menjadi tahun paling mematikan di wilayah pendudukan Tepi Barat sejak 2016.
Israel mengatakan, militernya memerangi kelompok bersenjata yang menargetkan warga sipil dan harus membuat keputusan sepersekian detik di medan perang. Aturan keterlibatan militer memungkinkan tentara di lapangan untuk melepaskan tembakan, ketika mereka merasa dalam bahaya.
Kelompok hak asasi Israel mengatakan, tentara menafsirkan aturan itu secara luas. Mereka sering menggunakan kekuatan berlebihan dan jarang dimintai pertanggungjawaban ketika mereka menembak warga sipil. Sementara Palestina mengatakan, serangan itu bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan militer Israel selama 55 tahun atas wilayah yang mereka inginkan untuk negara masa depan.
Abu Akleh terbunuh pada 11 Mei saat meliput serangan Israel di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat utara. Beberapa investigasi independen menyimpulkan bahwa, dia kemungkinan dibunuh oleh pasukan Israel.
Sebelumnya Israel masih mempertahankan pendapat bahwa, Abu Akleh bisa saja terkena tembakan Israel atau Palestina. Tetapi Israel belum memberikan bukti yang menunjukkan bahwa militan Palestina menembak ke arah Abu Akleh atau bahwa ada militan di dekatnya ketika dia ditembak. Abu Akleh bersama sekelompok wartawan lainnya mengenakan helm dan rompi pelindung dengan tulisan "Press" untuk mengidentifikasi bahwa mereka adalah media.
Israel mengungkapkan hasil penyelidikan penembakan Abu Akleh. Israel menemukan ada kemungkinan besar dia ditembak oleh salah satu tentaranya dengan lensa teleskopik. Militer Israel mengatakan, penglihatan prajurit terkait terbatas pada saat itu, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang aturan tembakan terbuka. Israel tidak akan meluncurkan investigasi kriminal. Dengan demikian, tentara maupun komandan yang bertugas ketika Abu Akleh tertembak akan lolos dari jerat hukum.