REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang tentu membuat biaya produksi perusahan turut naik, dikhawatirkan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Agar petaka itu tak terjadi, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) meminta perusahaan berhemat.
"Kami akan dorong perusahaan-perusahaan mempertahankan pekerjanya dengan cara efektivitas cost, biaya perusahan dan lain lain," kata Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, Surya Lukita Warman dalam diskusi daring, Kamis (8/9/2022).
Surya menegaskan, pihaknya selama ini selalu mendorong perusahaan agar tak melakukan PHK. Sebab, pemecatan itu hanya diperbolehkan jika benar-benar tak ada lagi solusi lain yang bisa ditempuh pihak perusahaan.
"Di kemenaker, PHK itu adalah pilihan terakhir, baru kita bolehkan perusahaan melakukan PHK," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kenaikan harga BBM bisa memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebab, biaya produksi perusahaan akan bertambah untuk ongkos energi.
Jika keuangan perusahaan tak bisa menanggung kenaikan harga itu, maka manajemen bisa saja memilih untuk mengurangi jumlah pekerja guna menghemat biaya produksi. "Hal itu bisa memicu terjadinya ledakan PHK," kata Said dalam keterangannya, Ahad (4/9/2022).