REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan mendorong pihak perusahaan berhemat sebagai upaya mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat kenaikan harga BBM. Kalau PHK masih saja terjadi, Kemenaker memastikan pekerja akan mendapatkan bantalan sosial.
Bantalan sosial itu adalah program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Apabila terpaksa pekerja kita terkena PHK, mereka bisa mengakses JKP," ujar Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Surya Lukita Warman dalam diskusi daring, Kamis (8/9/2022).
Surya menjelaskan, program JKP ini akan membuat pekerja menerima pengganti upah selama enam bulan pertama. Selain itu, pekerja juga akan mendapatkan pelatihan gratis dan dibantu mencari pekerjaan baru. "Kurang lebih dengan itu kita jaga para pekerja terkena PHK," ujarnya.
Program JKP hanya bisa dinikmati pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurut laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, manfaat uang tunai program JKP diberikan setiap bulan selama enam bulan kepada pekerja korban PHK. Selama tiga bulan pertama, besarannya 45 persen dari gaji. Tiga bulan terakhir, besarannya 25 persen.
Persentase manfaat itu didasarkan pada besaran gaji terakhir yang dilaporkan pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp 5 juta. Artinya, maksimal pekerja menerima Rp 2,25 juta per bulan pada tiga bulan pertama.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kenaikan harga BBM bisa memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebab, biaya produksi perusahaan akan bertambah untuk ongkos energi.
Jika keuangan perusahaan tak bisa menanggung kenaikan harga itu, maka manajemen bisa saja memilih untuk mengurangi jumlah pekerja agar perusahaan tak bangkrut. "Hal itu bisa memicu terjadinya ledakan PHK," kata Said dalam keterangannya, Ahad (4/9/2022).