REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan skema seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) dinilai memiliki sisi positif dan negatif. Di sisi positif, aturan baru tersebut dapat membuat siswa terlatih berpikir kritis dan menggunakan nalarnya. Negatifnya, perubahan tersebut dinilai terburu-buru karena penghapusan tes kemampuan akademik (TKA) dapat membuat calon mahasiswa tidak memiliki bekal ilmu untuk masuk ke program studi (prodi) tujuan mereka.
"Karena hanya memikirkan mekanisme ujiannya saja sedangkan untuk mekanisme penyaringan siswa di pihak kampus atau pembobotan nilai dari tiap prodi masih rancu," ujar Emiliana Candraningtyas (18 tahun), siswa kelas 12 dari salah satu SMA di Semarang, Kamis (8/9/2022).
Dia juga mengatakan, dengan dihapuskannya TKA para calon mahasiswa tidak dapat memiliki bekal untuk masuk ke dalam prodi di fakultas tujuannya nanti. Hal itu dia khawatirkan akan membuat para mahasiswa baru kemungkinan besar akan belajar dari nol di kampus karena tidak tahu ajaran dasar yang memang diperlukan.
"Selain itu jika tidak ada keputusan lanjutan mengenai kuota peserta yang mengikuti SBMPTN akan membuat hal yang lebih rumit lagi, seperti kehabisan kuota tempat untuk peserta karena membludaknya peserta SBMPTN," jelas dia.
Untuk sisi positifnya, siswa jadi dilatih untuk dapat berpikir lebih kritis dan lebih banyak menggunakan penalaran karena di lihat dari sub tes TPS yang dipakai. Selain itu, dia juga mengatakan, Mendikbudristek terlihat sangat menekankan agar siswa mampu berbahasa Inggris. Menurut dia, hal itu sangat penting karena melihat pentingnya bahasa Inggris di era globalisasi.
"Kemudian adanya kebijakan baru ini sangat merakyat karena pola sistem penalaran membuat siswa tidak perlu repot repot bimbel atau les tambahan untuk belajar TKA dimana dari tahun ke tahun PTN dinilai menjadi syarat agar dapat tembus PTN favorit," kata dia.
Sementara itu, siswa kelas 12 SMAN 68 Jakarta, Muhamad Alif, merasa perubahan skema tersebut sebenarnya cukup baik. Siswa yang tidak mengejar eligible SNMPTN menjadi tidak terbebani untuk belajar tes kemampuan akademik (TKA). Namun, dia khawatir akan semakin banyaknya saingan dalam pelaksanaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang kini diubah menjadi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes.
"Apalagi angkatan-angkatan kemarin itu jadi semangat buat ikutan lagi karena tahu enggak ada akademiknya, jadi mereka cuma belajar TPS doang. Jadi saingannya bakal lebih banyak, terutama dari angkatan-angkatan kemarin yang gap year," kata dia.
Alif mengaku belum terlalu memikirkan mengikuti bimbingan belajar, terlebih karena adanya perubahan skema seleksi masuk PTN. Menurut dia, bimbingan belajar sebenarnya dapat meningkatkan nilai rata-rata bagi murid yang hendak mengejar status siswa eligible dalam SNMPTN. Tapi, bagi yang tidak mengejarnya, maka tidak begitu memperhatikannya.