REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pangeran Charles naik takhta menjadi raja Inggris selepas kematian ibunya Ratu Elizabeth II pada Kamis (8/9/2022) waktu setempat. Mendiang Ratu Elizabeth II sangat populer dan dihormati, sementara Charles memiliki reputasi yang dinilai penuh kontroversi.
Para kritikus menilai, peran Charles sebagai raja baru sangat lemah. Dia tidak siap menjalani peran yang berdaulat. Kegagalan rumah tangga Charles dengan mendiang Putri Diana hingga kini masih menjadi sorotan.
Sepanjang hidupnya, Charles telah terjebak di antara monarki yang modern. Dia berusaha menemukan tempatnya dalam masyarakat yang cepat berubah dan lebih egaliter, sembari mempertahankan tradisi yang memberi daya pikat pada institusi tersebut. Ketegangan itu dapat dilihat melalui kehidupan putra-putranya sendiri.
Putra tertua Charles, William (40 tahun) yang merupakan pewaris takhta, menjalani kehidupan tugas tradisional, pekerjaan amal dan militer. Sementara putra bungsunya Harry (37), tinggal di luar Los Angeles bersama mantan aktris Amerika Serikat, Meghan, dan keluarganya. Mereka menempa karier baru yang lebih sesuai dengan Hollywood daripada Istana Buckingham.
Sejak lahir, Charles Philip Arthur George telah disiapkan untuk menjadi raja. Dia lahir di Istana Buckingham pada 14 November 1948, tepatnya pada tahun ke-12 pemerintahan kakeknya, Raja George VI. Charles berumur empat tahun ketika menjadi pewaria takhta, setelah ibunya menjadi ratu pada 1952.
Charles menjalani pengasuhan yang berbeda dari para pewaris takhta sebelumnya. Para pendahulunya dididik oleh tutor pribadi. Sementara Charles bersekolah di Hill House di London Barat, yang kini menjadi asrama di Cheam School di Berkshire.
Dia kemudian melanjutkan pendidikan ke Gordonstoun, yaitu sebuah sekolah asrama di Skotlandia. Charles menggambarkan sekolah asrama itu sebagai neraka. Dia mengaku kesepian dan kerap diintimidasi.