Jumat 09 Sep 2022 07:05 WIB

Indef: Manfaatkan Keuntungan Ekspor untuk Jaga Masyarakat dari Krisis

Pemerintah dapat memperluas instrumen fiskal sehingga alokasi bansos tepat sasaran.

Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Center Macroeconomics and Finance Indef Rizal Taufikurahman mengatakan pemerintah masih dapat memanfaatkan keuntungan dari kinerja ekspor untuk menjaga masyarakat dari krisis pangan maupun energi yang sedang terjadi di tingkat global.

"Keuntungan ekspor saat ini, ekspor jauh lebih luar biasa, kenapa tidak dimanfaatkan untuk mendrive ekonomi terutama untuk sektor yang worst," kata Rizal saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Baca Juga

Dia mengatakan pemerintah masih dapat memanfaatkan keuntungan yang dihasilkan dari windfall profit ekspor komoditas unggulan seperti, batu bara, nikel, baja, gas bumi hingga minyak sawit (CPO) untuk menjaga masyarakat dari berbagai krisis.

"Misalnya dana sawit untuk pungutan pajak ekspor CPO itu juga surplus, kenapa tidak dimanfaatkan untuk subsidi energi," kata Rizal

Dia melanjutkan pemerintah dapat memperluas instrumen fiskal sehingga alokasi anggaran untuk bantalan sosial (bansos) maupun subsidi energi dapat tepat sasaran kepada yang membutuhkan, dengan itu, masyarakat akan lebih terjaga dari krisis.

"Permasalahannya by address (data) tidak valid, tidak tepat sasaran. Soal windfall profit bisa dimanfaatkan sesuai dengan besarannya," kata Rizal.

Dalam menghadapi berbagai krisis ini, Rizal menyebut pemerintah harus memprioritaskan menangani krisis pangan terlebih dahulu, karena berkaitan dengan kelangsungan hidup masyarakat, setelahnya baru krisis energi dan yang lainnya.

"Beban masyarakat dari segi konsumsi, karena pendapatan tetap, tapi kebutuhan kehidupan sehari- hari naik, bahkan itu jauh dari pendapatan mereka," kata Rizal.

Dia menegaskan pemerintah harus menahan terlebih dahulu mengalokasikan belanja untuk pembangunan infrastruktur baru. Menurut dia, pembangunan infrastruktur seperti IKN maupun kereta cepat membutuhkan biaya yang besar, sehingga akan membebani APBN.

"Kondisi APBN memang berat, namun bisa dilakukan penyesuaian, utamanya untuk kebutuhan menjaga pertumbuhan ekonomi yang sedang bagus, dan triwulan-III (tahun 2022) harusnya naik," kata Rizal.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perekonomian global sedang dihadapkan pada ketidakpastian yang diperkirakan akan berlanjut hingga tahun depan. Dia menyebut terdapat tiga area krisis yang sedang dihadapi saat ini, yakni pangan, energi, dan utang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement