REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia saat ini tengah membahas usulan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Kementerian Agama (Kemenag) menilai hal ini bisa menjadi momentum penting untuk melakukan rekognisi Pendidikan Al-Qur'an di Indonesia.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) M Ali Ramdhani menyebut, dibukanya diskusi publik terkait aspirasi RUU Sisdiknas menjadi tantangan sekaligus peluang, atas rekognisi Pendidikan Alquran untuk masuk menjadi bagian dari model pendidikan pada UU Sisdiknas. Sehingga, pendidikan Alquran sama posisinya dengan madrasah maupun sekolah.
Kang Dhani, panggilan akrabnya, menyebut Pendidikan Alquran juga berperan penting dalam memajukan peradaban bangsa. Untuk itu, lembaga pendidikan juga harus memperoleh rekognisi negara.
"Ibu dan bapak pegiat Alquran yang hadir ini perlu segera mengisi aspirasi publik, bahwa pendidikan Alquran harus memperoleh ruang pengakuan formal," ucapnya saat memberikan arahan kepada peserta Workshop Peningkatan Kompetensi Keilmuan Pendidikan Al-Qur'an di Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Orang yang belajar Alquran dari tingkat dini sampai dengan tingkat tertentu disebut harus memperoleh pengakuan formal, atas capaian pembelajarannya dari negara.
Kepada peserta workshop yang terdiri dari para pakar, praktisi pendidikan Alquran, akademisi, serta dari beberapa perwakilan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, ia pun meminta untuk tidak sekedar mengelola bagaimana meningkatkan kapasitas kompetensi di bidang keilmuan Alquran.
Tetapi, yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana menata kelembagaan pendidikan Alquran sebagai satu model pendidikan yang unik dan berbeda, dengan pola lembaga pendidikan yang ada.
"Pilihannya bisa banyak, misal konvergensi dengan model pendidikan yang ada, diintegerasikan dengan model madrasah atau pesantren dengan aksentuasi penguatan transformasi keilmuan pada bidang Al-Qur'an," lanjut Kang Dhani.
Setelah memperoleh rekognisi, ia pun menyebut tahapan selanjutnya negara akan melakukan fasilitasi serta afrimasi.
Mantan Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Jati ini juga berpesan, afirmasi ini perlu dilakukan. Tujuannya, untuk memenuhi kebutuhan bangsa atas kristalisasi nilai-nilai keagamaan secara baik pada warganya.
Sebab, baginya orang yang belajar Alquran dengan baik dipastikan sosoknya adalah orang yang baik dan perlu afirmasi. Saat ini, hal itu termasuk sesuatu yang langka dan karena kelangkaannya ini harus dijaga.
"Bahkan dalam perspektif saya, karena dia itu khas, maka harus ada beasiswa serta dijamin masa depannya dan lain sebagainya," ucap dia.
Hal senada disampaikan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Waryono Abdul Ghafur. Ia menyampaikan perlu adanya program yang terstruktur dalam penguatan kompetensi pendidik serta pengelola lembaga pendidikan Alquran.
Kepada Subdit Pendidikan Alquran, ia meminta pada saat merumuskan regulasi penjenjangan pendidikan Alquran yang dimulai dari ula, wustha, ulya hingga perguruan tinggi, perlu ada ukuran-ukuran yang jelas.
"Ketika nanti dirumuskan penjenjangan maka harus diukur betul, misalnya untuk ula (tingkat pertama) itu kira-kira seperti apa bobotnya, level wustha hingga level ulya sampai nanti ke perguruan tinggi seperti apa," kata Waryono.
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini menyebut hal-hal seperti itu perlu dipikirkan, guna menghindari tumpang tindih. Jangan sampai jenjangnya tinggi, tapi yang dipelajari masih hal yang sama.
Lebih lanjuta, ia pun berharap Pendidikan Alquran ini dapat menurunkan jumlah buta aksara terhadap Alquran di masyarakat.
Selain Dirjen Pendis, beberapa narasumber lain turut mengisi workshop ini. Di antaranya, Kasubdit Pendidikan Al-Qur'an Mahrus, Pengasuh Pondok Pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus KH. Ahmad Faiz, serta Pengasuh Asrama Hidayatul Qur'an Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso KH. M Afifuddin Dimyathi.