REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi yang berasal dari USC Annenberg Inclusion Initiative menemukan absennya karakter Muslim di 87 persen acara televisi. Saat mereka digambarkan, mereka masih distereotipkan negatif dalam banyak hal.
Studi tersebut memeriksa 200 acara televisi berperingkat teratas tahun 2018 dan 2019 yang ditayangkan di Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Hasil penelitian menunjukkan realitas yang menyedihkan umat Islam di balik layar.
Dari 9.000 karakter, perbandingan karakter non-Muslim dengan Muslim adalah 90 banding satu. Sekitar 87 persen dari acara yang diperiksa tidak menampilkan karakter Muslim dan sekitar delapan persen hanya mempunyai satu.
Ini juga menunjukkan karakter Muslim tidak ada kemajuan dari waktu ke waktu karena jumlahnya tidak bertambah dari tahun 2018 dan 2019. “Muslim yang merupakan 25 persen dari populasi dunia, sayangnya hanya 1,1 persen dari karakter dalam serial televisi populer,” kata penulis utama studi Al-Baab Khan.
Khan menilai kecilnya ruang karakter Muslim sebagai bentuk penghinaan. “Selain penghinaan, ini juga berpotensi menciptakan luka nyata, khususnya Muslim yang mungkin menjadi korban prasangka, diskriminasi, dan kekerasan,” ujarnya.
Sekitar sepertiga dari karakter Muslim yang digambarkan di layar adalah pelaku kekerasan, sementara hampir 40 persen menjadi sasaran serangan kekerasan. Banyak dari karakter ini terikat dengan situasi yang asing dan hampir setengahnya hanya berbicara dalam bahasa non-Inggris.
Untuk profesi, persentase terbesar karakter Muslim yang memiliki pekerjaan adalah penjahat 37,2 persen sementara 15,7 persen bekerja di bidang penegakan hukum. Karakter pria juga lebih cenderung digambarkan dengan pekerjaan daripada karakter wanita.
Selain pria, karakter Muslim perempuan juga menjadi sasaran stereotip lainnya, termasuk lebih dari setengahnya mengenakan jilbab meskipun laki-laki mengenakan berbagai pakaian. Wanita Muslim sering digambarkan sebagai sosok yang takut dan tunduk pada rekan pria mereka.
Aktor asal Inggris Riz Ahmed yang mendukung penelitian melalui perusahaan produksinya Left Handed Films mengatakan acara TV memainkan peran besar dalam pembentukan pemahaman seseorang. Studi ini mengingkatkan masyarakat dalam penggambaran Muslim yang masih lekat dengan stereotip dan penghapusan karakter.
“Jaringan dan layanan streaming perlu merangkul tanggung jawab mereka untuk memastikan Muslim dari semua latar belakang melihat diri mereka tercermin dalam acara TV favorit kami. Dan mereka akan bijaksana untuk merangkul peluang besar ini untuk menjangkau dan terhubung dengan audiens global. Tidak hanya sebagai bagian dari tren keragaman yang lewat tetapi sebagai perubahan yang menentukan menuju penceritaan cerita yang inklusif,” kata dia.