Jumat 09 Sep 2022 17:44 WIB

Serikat Petani Tolak Rencana Pengembangan Benih Kedelai GMO

Petani yakin tanpa benih GMO, RI mampu meningkatkan produksi kedelai

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani menanam kedelai menggunakan alat tanam benih di area persawahan Desa Ngasem, Kediri, Jawa Timur. Serikat Petani Indonesia (SPI) meyakini, produktivitas kedelai lokal mampu ditingkatkan tanpa harus menggunakan benih genetically modified organism (GMO). SPI pun menolak rencana pemerintah untuk mengembangkan benih kedelai GMO di Indonesia.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Petani menanam kedelai menggunakan alat tanam benih di area persawahan Desa Ngasem, Kediri, Jawa Timur. Serikat Petani Indonesia (SPI) meyakini, produktivitas kedelai lokal mampu ditingkatkan tanpa harus menggunakan benih genetically modified organism (GMO). SPI pun menolak rencana pemerintah untuk mengembangkan benih kedelai GMO di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) meyakini, produktivitas kedelai lokal mampu ditingkatkan tanpa harus menggunakan benih genetically modified organism (GMO). SPI pun menolak rencana pemerintah untuk mengembangkan benih kedelai GMO di Indonesia.

"Kita menolak pengembangan benih GMO ini," kata Ketua Pusdiklat SPI, Qomarunnajmi kepada Republika.co.id, Jumat (9/9/2022).

Qomar mengatakan, tanpa menggunakan benih GMO pun, Indonesia masih sangat mampu meningkatkan produksi dengan menggunakan varietas unggul. Baik yang dikembangkan pemerintah maupun petani.

Sejauh ini penggunaan benih GMO secara legal masih dilarang di Indonesia. Namun, ia menuturkan, telah terlihat upaya-upaya pelegalan benih GMO di Indonesia. Selain itu, Qomar mengatakan adanya tekanan dari negara-negara produsen kedelai GMO kepada Indonesia dalam forum FAO.

Qomar menegaskan, varietas kedelai asli Indonesia lebih adaptif bagi petani. Penggunaan kedelai lokal juga dapat meminimalisasi masuknya hama penganggu tanaman melalui benih impor.

"Benih-benih GMO bisa mengontaminsasi secara genetik benih-benih kedelai asli kita," katanya.

Senada, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah mengatakan, jika nantinya pemerintah membuka pintu impor benih GMO, harga kedelai asli lokal dipastikan jatuh. Dalam jangka menengah Indonesia akan kehilangan varietas-varietas lokal yang diunggulkan.

"Kita sudah mengalami degradasi agrogenetik yang tinggi dan banyak (varietas asli) yang sudah hilang," katanya.

Said menegaskan, pengembangan kedelai GMO diharapkan menjadi pilihan paling terakhir di Indonesia. Menurut dia, secara umum produktivitas memang berpotensi meningkat dengan benih rekayasa. Namun, penggunaan benih GMO memiliki implikasi serius.

"Dalam konsep kedaulatan pangan, tidak hanya bicara produknya, tapi siapa pemilik benihnya, teknologinya," kata Said.

Lebih lanjut, Said menegaskan, impor benih tentunya akan menimbulkan biaya transaksi. Itu juga berpotensi menjadi celah bagi oknum mengambil keuntungan pribadi. Indonesia pun akhirnya tetap akan ketergantungan pada produk impor.

"Betul kita bisa produksi dalam negeri, tidak perlu impor. Tapi kalau benihnya diimpor, kan sama saja?" ujarnya. 

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan, Presiden Joko Widodo  telah meminta jajarannya untuk mulai mempelajari kedelai GMO dengan produktivitas yang lebih tinggi. Ia menyampaikan, rata-rata produktivitas kedelai di Indonesia hanya sekitar 1,2 ton hingga 1,4 ton per ha. Sementara, kedelai GMO yang dikembangkan oleh berbagai negara telah mencapai produktivitas 2 ton hingga 2,5 ton per ha.

"Jadi dengan produktivitas lebih dua kali lipat lebih tinggi, biaya produksi lebih murah dengan GMO. Tinggal kita lihat residunya dan kualitas keamanannya," katanya.

Soal itu, Arief mengatakan akan menjadi tugas Kementerian Pertanian dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) untuk mendalami lebih lanjut ihwal pengembangan kedelai GMO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement