Jumat 09 Sep 2022 17:55 WIB

Pemerintah Pastikan tak Gentar Soal Larangan Ekspor Nikel

Pemerintah larang ekspor nikel untuk melakukan pengolahan di dalam negeri

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI). Pemerintah Indonesia memastikan tetap akan bersikukuh untuk menolak pembukaan ekspor bijih nikel meski sudah kalah dari World Trade Organizations (WTO). Langkah ini diambil pemerintah agar Indonesia tak melulu jadi sapi perah dari komoditas nikel.
Foto: Antara/Jojon
Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI). Pemerintah Indonesia memastikan tetap akan bersikukuh untuk menolak pembukaan ekspor bijih nikel meski sudah kalah dari World Trade Organizations (WTO). Langkah ini diambil pemerintah agar Indonesia tak melulu jadi sapi perah dari komoditas nikel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memastikan tetap akan bersikukuh untuk menolak pembukaan ekspor bijih nikel meski sudah kalah dari World Trade Organizations (WTO). Langkah ini diambil pemerintah agar Indonesia tak melulu jadi sapi perah dari komoditas nikel.

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan pemerintah Indonesia bel menyerah dari kelalahan peradilan melawan WTO. Kata dia, segala upaya masih akan dilakukan pemerintah Indonesia agar Indonesia tetap mendapatkan nilai tambah dan tak melulu sumber daya mentahnya dikeruk oleh asing.

Baca Juga

"Kita harus berupaya sampai maksimum. Ini semua masih berproses. Kalian rela nggak bijih nikel di ekspor?," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jumat (9/9).

Arifin menilai gencarnya gencatan luar terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia disinyalir karena desakan dari pihak yang membutuhkan bahan tersebut. Padahal, menurut Arifin Indonesia punya kapasitas yang besar untuk melakukan pengolahan di dalam negeri sehingga hal tersebut membuat para pengincar bijih nikel merasa terancam.

"Nah, ini kan ya gimana ya ada yg punya kepentingan mereka yang nggak punya bahan. Niat kita kan bahan ini kita olah. Nanti olahan itu kita kasih. Tapi ini mereka mau minta mentahnya," ujar Arifin.

Menurut Arifin Indonesia sangat punya kapasitas baik secara investasi maupun teknologi dalam pabrik pemurnian. Hal tersebut yang dirasa pemerintah, perlu mengambil keputusan tegas untuk tetap mempertahankan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.

Pemerintah sempat mempertimbangkan opsi menaikan pajak ekspor, khususnya bijih nikel. Namun, kebijakan ini tak diambil, sebab hal itu tak akan berjalan baik dan tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia.

"Itu salah satu langkah yang pernah dibahas. Tapi impact nya akan bakal bolak balik. Tetapi memang harus kita lawan. Kita bisa kok," tambah Arifin.

Indonesia kalah dari gugatan Uni Eropa (UE) dan negara-negara lainnya kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal penghentian ekspor produk bijih nikel mentah. Presiden Joko Widodo menyatakan dirinya tak gentar terhadap kekalahan tersebut dan tetap akan meneruskan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.

"Nggak perlu takut, kita ini stop ekspor nikel, kemudian dibawa ke WTO, enggak apa-apa. Dan kelihatannya juga kalah kita di WTO, nggak apa-apa," kata Presiden Jokowi.

Presiden menegaskan penghentian ekspor nikel menjadi semangat memperbaiki tata kelola tambang di Tanah Air. Ini menjadi momentum menghidupkan hilirisasi industri demi mendorong nilai tambah di dalam negeri.

"Barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi. Enggak apa-apa. Kenapa kita harus takut dibawa ke WTO kalah. Kalah enggak apa-apa. Syukur bisa menang, tapi kalah pun enggak apa-apa. Industrinya sudah jadi dulu, ini memperbaiki tata kelola kok. Dan nilai tambah itu ada di dalam negeri," kata Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement