Jumat 09 Sep 2022 22:13 WIB

Aset Kripto Ethereum Berpotensi Naik, Ini Alasannya

Transisi jaringan ethereum dalam fase the merge diyakini tingkatkan nilai aset

Uang kripto (ilustrasi). Harga aset kripto Ethereum (ETH) berpotensi naik seiring transisi jaringan Ethereum dari mekanisme proof-of-work (PoW) ke mekanisme proof-of-stake (PoS) yang dikenal dengan fase The Merge. Adapun mekanisme PoS digadang-gadang lebih efisien dan memiliki potensi untuk bisa menaikkan permintaan dan harga Ethereum.
Foto: Pixabay
Uang kripto (ilustrasi). Harga aset kripto Ethereum (ETH) berpotensi naik seiring transisi jaringan Ethereum dari mekanisme proof-of-work (PoW) ke mekanisme proof-of-stake (PoS) yang dikenal dengan fase The Merge. Adapun mekanisme PoS digadang-gadang lebih efisien dan memiliki potensi untuk bisa menaikkan permintaan dan harga Ethereum.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Harga aset kripto Ethereum (ETH) berpotensi naik seiring transisi jaringan Ethereum dari mekanisme proof-of-work (PoW) ke mekanisme proof-of-stake (PoS) yang dikenal dengan fase The Merge. Adapun mekanisme PoS digadang-gadang lebih efisien dan memiliki potensi untuk bisa menaikkan permintaan dan harga Ethereum.

CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan selama ini Ethereum didapatkan dengan skema PoW. Jika dijelaskan secara sederhana, Ethereum didapatkan dengan cara mining atau penambangan, seperti Bitcoin. 

"Adanya perubahan pada protokol Ethereum ini, membuatnya memiliki beberapa keuntungan seperti penggunaan energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan," ujarnya, Jumat (9/9/2022).

Menurutnya mekanisme PoW diklaim mengonsumsi energi listrik yang besar karena alat penambang Ethereum membutuhkan spesifikasi komputer tinggi dan rig mining yang komplit serta listrik yang besar. Sedangkan PoS, Etheremum didapatkan dengan staking atau hanya menggunakan modal internet, sehingga lebih simpel dan ramah lingkungan.

Dengan kelebihan PoS tersebut, bisa membuat token Ethereum lebih berharga sehingga memiliki harganya berpotensi naik setelah proses The Merge selesai, meskipun sejatinya harga aset kripto bergantung pada kondisi pasar.

Oscar menyebut peningkatan Ethereum 2.0 itu terbagi dalam tiga fase dan terlihat cukup rumit karena benar benar merombak mekanisme konsensus Ethereum sendiri. Terlebih, Ethereum bukan hanya sekadar koin namun merupakan jaringan blockchain yang banyak dimanfaatkan oleh hal lain seperti untuk NFT ataupun token token yang berjalan di atas jaringan Ethereum.

"Fase pertama upgrade ini diperkenalkan pada Desember 2020 lalu dan berjalan paralel dengan main chain Ethereum yang disebut dengan Mainnet. Fase ini merupakan fase peluncuran Beacon Chain. Fase kedua yaitu fase The Merge, Mainnet dan Beacon Chain digabungkan dan jaringan Ethereum pun mulai beroperasi menggunakan mekanisme Proof-of-Stake (PoS)," kata Oscar.

Fase ketiga sekaligus fase terakhir dari Ethereum 2.0 disebut dengan sharding, yang kemungkinan besar akan diluncurkan pada tahun 2023, di mana ketika sharding telah terjadi, Ethereum akan dapat menangani ribuan transaksi per detik. Adanya sharding, Oscar berharap akan berpengaruh pada penurunan gas fee, karena selama ini, mahalnya gas fee merupakan kekurangan dari Ethereum itu sendiri.

Menurut Oscar, pergerakan harga Ethereum selama tiga tahun terakhir memang dipenuhi dengan volatilitas yang tinggi namun sebenarnya dari tahun ke tahun kemajuannya cukup mengesankan jika dilihat secara jangka panjang.

"Pada 2021, Ethereum menunjukkan tren yang positif dengan mengalami all time high lebih dari satu kali. Meskipun per hari ini harga Ethereum masih berada kisaran 24 juta rupiah per satu Ethereum, saya yakin dengan perubahan yang dibuat oleh Ethereum harga kripto ini pun akan naik secara bertahap kemudian hari karena Ethereum masih menjadi pilihan utama dalam berinvestasi aset kripto," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement