REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito mengatakan Pemilu 2024 harus mampu menghubungkan demokrasi dan kesejahteraan bangsa. Sehingga pemilu bukan hanya memastikan demokrasi berjalan baik.
"Tantangan kita itu bukan lagi soal memastikan transisi demokrasi berjalan dengan baik, tetapi lebih dari itu adalah menghubungkan demokrasi dengan kesejahteraan," kata Arie seusai peluncuran Pojok Bulaksumur di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Jumat.
Menurut Arie, agar pemilu mampu menghubungkan demokrasi dengan cita-cita kesejahteraan rakyat perlu perbaikan dengan menghindari politik biaya tinggi. Dengan politik biaya tinggi, kata dia, parpol hanya berfokus pada transaksi dengan mematok mahar politik.
"Menghubungkan demokrasi dengan kesejahteraan kuncinya pada pemilu. Kalau mau menghubungkan demokrasi dengan cita-cita kesejahteraan maka kurangi politik biaya tinggi," ujar dia.
Selain itu, lanjut Arie, parpol juga hanya mementingkan aspek popularitas dari figur yang hendak didukung sebagai kandidat capres.
"Pemilu ini harus diperbaiki karena dari situ akan menjadi pintu masuk kekuasaan atau pemerintahan ke depan apakah semakin baik atau tidak," kata Arie yang juga Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni ini.
Arie mengatakan agar demokrasi bisa terhubung dengan kesejahteraan, Pemilu 2024 wajib menjauhi politik identitas yang biasanya memanfaatkan sentimen agama maupun etnis. "Mereproduksi politik identitas, agama, etnis tidak akan membuat demokrasi semakin tumbuh berkembang, tapi justru mengalami kemunduran," ucap dia.