Ahad 11 Sep 2022 01:00 WIB

Prancis, Inggris dan Jerman Frustasi dengan Iran

Iran memiliki uranium yang sudah diperkaya mencapai 60 persen

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Gambar satelit dari Planet Labs PBC ini menunjukkan situs nuklir Natanz Iran, serta konstruksi yang sedang berlangsung untuk memperluas fasilitas di gunung terdekat, dekat Natanz, Iran, 9 Mei 2022.
Foto: Planet Labs PBC via AP
Gambar satelit dari Planet Labs PBC ini menunjukkan situs nuklir Natanz Iran, serta konstruksi yang sedang berlangsung untuk memperluas fasilitas di gunung terdekat, dekat Natanz, Iran, 9 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS --  Prancis, Inggris dan Jerman frustasi pada tuntutan Iran dalam perundingan mengaktifkan kembali kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Pada awal bulan ini Iran mengirimkan respons terbarunya pada usulan Uni Eropa untuk mengaktifkan kembali JCPOA untuk membatasi program nuklir Teheran. Dengan imbalan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan PBB mencabut sanksi-sanksi ekonominya.

Baca Juga

Para diplomat mengatakan respon Iran pada koordinator Uni Eropa merupakan langkah mundur. Teheran mengaitkan antara mengaktifkan kembali JCPOA dengan menutup penyelidikan Badan Atom Energi Internasional (IAEA) pada jejak uranium. 

 "Tunturan baru meningkatkan keraguan pada niat dan komitmen Iran pada keberhasilan hasil JCPOA," kata Prancis, Jerman, dan Prancis yang dikenal E3 dalam pernyataan bersama mereka, Sabtu (10/9). "

Posisi Iran bertolak belakang dengan kewajiban yang terikat secara hukum dan membahayakan prospek restorasi JCPOA," tambah tiga negara itu.

Mantan Presiden AS Donald Trump mengeluarkan Washington dari kesepakatan itu pada 2018 lalu dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi pada Iran yang Teheran balas dengan melanggar kesepakatan-kesepakatan JCPOA. AS, negara-negara Arab dan Israel khawatir Iran ingin membuat senjata nuklir.

Iran membantah kekhawatiran itu dengan mengatakan program nuklir mereka untuk tujuan sipil. Dewan Gubernur IAEA akan menggelar rapat, tiga bulan setelah mengadopsi resolusi yang mendesak Iran memberikan jawaban kredibel pada lembaga pemantau nuklir itu.

Pada Rabu (7/9) lalu IAEA mengatakan Iran memiliki uranium yang sudah diperkaya mencapai 60 persen, hampir mencapai tingkat yang dapat digunakan sebagai senjata. Teheran masih gagal menjelaskan asal partikel-partikel uranium.

Mengingat kegagalan Iran untuk menyelesaikan kesepakatan, kami akan berkonsultasi, bersama mitra-mitra internasional, mengenai cara terbaik untuk mengatasi berlanjutnya eskalasi nuklir Iran dan lemahnya kerjasama dengan IAEA mengenai menjaga kesehatan NPT (perjanjian non-proliferasi)," kata E3 dalam pernyataan mereka. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement