Ahad 11 Sep 2022 01:18 WIB

Puluhan Siswi di Afghanistan Protes Penutupan Sekolah

Tiga juta anak perempuan dilarang mendapatkan pendidikan menengah di Afghanistan

Rep: Alkhaledi Kurnialam / Red: Christiyaningsih
Gadis-gadis Afghanistan berpartisipasi dalam pelajaran di Sekolah Menengah Putri Tajrobawai, di Herat, Afghanistan, Kamis, 25 November 2021.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Gadis-gadis Afghanistan berpartisipasi dalam pelajaran di Sekolah Menengah Putri Tajrobawai, di Herat, Afghanistan, Kamis, 25 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Puluhan gadis memprotes otoritas Taliban karena menutup sekolah menengah mereka di sebuah kota Afghanistan Timur pada Sabtu (10/9/2022). Mereka memprotes penutupan sekolah terutama karena kegiatan belajar ditutup hanya beberapa hari setelah kelas dilanjutkan, kata seorang aktivis dan penduduk.

Dilansir Al Arabiya pada Sabtu (10/9/2022), pekan lalu lima sekolah menengah negeri di provinsi Timur Paktia memulai kembali kelas setelah ratusan gadis dan pemimpin suku menuntut agar sekolah dibuka kembali. Namun ketika siswa di ibukota provinsi Gardez pergi ke kelas pada Sabtu, mereka justru disuruh pulang, kata seorang aktivis hak-hak perempuan dan penduduk.

Baca Juga

“Pagi ini ketika mereka tidak mengizinkan gadis-gadis itu masuk sekolah, kami melakukan protes,” kata aktivis Yasmin, penyelenggara aksi.

Mengenakan seragam sekolah mereka, jilbab putih, dan shalwar kameez hitam, gadis-gadis itu berbaris melalui pusat Gardez untuk memprotes penutupan itu. Empat dari sekolah yang baru dibuka kembali berada di Gardez dan satu di Samkani.

Taliban telah memberlakukan pembatasan keras pada anak perempuan untuk mematuhi visi keras mereka tentang Islam sejak kembali berkuasa pada Agustus tahun lalu. Langkah ini disebut secara efektif membuat mereka keluar dari kehidupan publik.

Pada Maret, Taliban menutup semua sekolah menengah perempuan beberapa jam setelah membukanya kembali untuk pertama kalinya di bawah kekuasaan mereka. Gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan gadis-gadis itu berbaris melalui pusat kota saat penduduk dan pemilik toko menyaksikan.

“Taliban tidak mengizinkan siapa pun untuk mengambil rekaman protes. Bahkan, mereka merusak ponsel beberapa pengunjuk rasa,” kata Yasmin kepada AFP melalui telepon.

Dua warga dari kota itu juga membenarkan protes tersebut, yang tidak boleh diliput oleh wartawan. “Para mahasiswa memprotes dengan damai, tetapi demonstrasi itu segera dibubarkan oleh pasukan keamanan,” kata seorang warga Gardez yang meminta untuk tidak disebutkan namanya kepada AFP.

Pejabat mempertahankan larangan itu hanya masalah teknis dan kelas akan dilanjutkan setelah kurikulum berdasarkan aturan Islam ditetapkan. Beberapa sekolah umum terus beroperasi di beberapa bagian negara menyusul tekanan dari para pemimpin dan keluarga setempat.

Namun, mereka tetap tertutup di sebagian besar provinsi, termasuk ibu kota Kabul serta Kandahar, pusat kekuatan de facto Taliban. UNICEF menyebut sekitar tiga juta anak perempuan saat ini dilarang mendapatkan pendidikan menengah di Afghanistan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement