Senin 12 Sep 2022 12:24 WIB

Adaro Kembangkan Bisnis Mineral Hijau

Pengembangan bisnis mineral hijau untuk mendukung transisi energi nasional.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mulai serius menggarap pangsa bisnis baru diluar batubara. Salah satu fokusnya saat ini adalah mengolah mineral hijau dalam mendukung rencana transisi energi pemerintah Indonesia.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mulai serius menggarap pangsa bisnis baru diluar batubara. Salah satu fokusnya saat ini adalah mengolah mineral hijau dalam mendukung rencana transisi energi pemerintah Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Indonesia Tbk mulai serius menggarap pangsa bisnis baru diluar batu bara. Salah satu fokusnya saat ini, mengolah mineral hijau dalam mendukung rencana transisi energi Pemerintah Indonesia.

Sekretaris Perusahaan Adaro Energy Indonesia Mahardika Putranto menjelaskan, melihat perkembangan global saat ini yang ramai dalam energi bersih dilihat perusahaan sebagai peluang yang menarik. Hal ini juga sejalan dengan rencana transisi energi yang digawangi pemerintah Indonesia.

Baca Juga

"Kami melihat peluang dalam transisi energi yang erat kaitannya dengan mineral hijau. Dalam pengembangan ekonomi hijau membutuhkan bahan baku logam dan mineral. Kami melalui anak usaha, Adaro Mineral akan fokus pada pengelolaan dan pengembangan aset mineral non batubara saat ini," ujar Mahardika dalam Public Expose, Senin (12/9/2022).

Mahardika menjelaskan, saat ini melalui Adaro Mineral, Adaro ingin mengembangkan batu bara metalurgi sebagai bahan baku utama baja. Selain itu, melalui Adaro Mineral, Adaro akan mempunyai pabrik pemurnian Alumunium yang akan dikembangkan di Kalimantan Utara. "Langkah ini menunjukkan komitmen kami dalam Green Ekonomi," ujar Mahardika.

Mahardika menjelaskan, langkah penguatan di batu bara metalurgi dan juga smelter aluminium ini sejalan dengan rencana pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi di Indonesia. Apalagi, dalam pengembangan energi hijau kedepan dibutuhkan logam dan mineral sebagai bahan baku infrastruktur EBT.

"Rencana pemerintah dalam transisi energi mendorong permintaan atas mineral hijau dan sumber EBT. Kebutuhan bisa mencapai 25 GW di 2030 mendatang. Kami aktif menjajaki peluang untuk mendukung transisi pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Kami yakin transisi ini perubahan positif bagi perekonomian negara," ujar Mahardika.

Ditambah, kata Mahardika hari ini ada kesenjangan antara suplai dan demand dari sektor alumunium. Sehingga, ini menguatkan Adaro untuk bisa mengambil peluang untuk memperlebar bisnis perusahaan di luar bisnis batubara.

"Prospek ini positif mengigat pertumbuhan permintaan alumunium. Partisipasi ini kami mendorong indonesia dalam industri hijau, mengurangi impor elumunium membuka apangan kerja. Ini kami bertahap dan bermitra denn perusahaan andal dan berpengalaman," ujar Mahardika.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement