REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38 persen pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. “Inflasi akan naik pada September ini, diharapkan secara month to month akan turun pada Oktober, lalu kembali normal pada November,” ujarnya saat webinar kuliah umum FEB UI, Senin (12/9/2022).
Menurutnya laju inflasi Oktober diperkirakan sebesar 0,45 persen dan November akan turun menjadi 0,27 persen. Tak hanya itu, dia juga memproyeksi, inflasi sepanjang 2022 berada dalam rentang 6,3 persen sampai 6,7 persen seiring dengan naiknya harga BBM.
Kendati mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 diproyeksi berada dalam rentang 5,1 persen hingga 5,4 persen. Kenaikan harga BBM sendiri berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,13 persen.
"Walau harga naik, tetapi kegiatan ekonomi ini lagi maju banget. Orang tetap melakukan kegiatan ekonomi. Kami berdoa semoga tidak berpengaruh secara signifikan,” ucapnya.
Suahasil mengungkapkan beban yang timbul akibat kenaikan harga BBM lebih banyak ditanggung oleh rumah tangga mampu daripada miskin. Adapun beban tambahan yang ditanggung oleh 40 persen masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 8,1 miliar, sedangkan beban yang ditanggung oleh rumah tangga mampu sebesar Rp 42,2 triliun.
"Mengapa besar? iya karena mereka pengguna Pertalite dan Solar paling banyak," ucapnya.
Meskipun beban yang ditanggung masyarakat miskin lebih rendah, pemerintah menilai kenaikan BBM sangat memberatkan masyarakat. Maka itu, pemerintah memberikan bantalan berupa tambahan subsidi kepada masyarakat miskin.