REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah terjadi sejak awal 2022. Hal ini mengingat harga energi dunia sudah melonjak sejak pertengahan 2021.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah masih ingin melindungi masyarakat, sehingga harga energi dunia tidak langsung direspon kepada masyarakat, melainkan memberikan subsidi.
"Brent (minyak mentah) sebenarnya sudah naik dari sekitar pertengahan 2021. Kemudian begitu akhir tahun dia sudah shooting up, Februari sudah sekitar 100 dolar AS hingga 125 dolar AS,” ujarnya saat webinar kuliah umum FEB UI, Senin (12/9/2022).
"Kalau pass through secara langsung harusnya harga Pertalite dan solar kita itu sudah naik dari awal 2022. Tapi apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia? Pemerintah putuskan tidak pass through akhirnya sampai awal September lalu harga Pertalite tetap Rp 7.650, solar tetap Rp 5.150 padahal harga di dunia sudah naik," ucapnya.
Suahasil menjelaskan, pemerintah mendapatkan dana dari hasil pajak dan penerbitan surat utang negara (SUN) untuk melindungi masyarakat dari shock akibat melonjaknya harga sejumlah komoditas seperti energi.
"Kalau harga di dunia naik, dan kita punya shock seperti itu bagaimana? Harus ada yang bayar, yang bayar adalah dari anggaran negara. Itu berarti bayarnya dari duit pajak, dari yang kita kumpulkan. Karena pemerintah tidak boleh mencetak uang, yang boleh itu BI. Pemerintah tidak cetak uang, tapi pemerintah boleh cetak surat utang. Surat utang dicetak, dapat duit, duitnya dipakai buat anggaran belanja," jelasnya.
Pemerintah telah menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar pada Sabtu (3/9). Pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, sedangkan Solar naik dari sebelumnya Rp 5.150 per liter menjadi 6.800 per liter.
Tak hanya BBM subsidi, pemerintah juga ikut menaikkan harga BBM nonsubsidi yakni Pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.