REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Jajaran Polresta Cirebon menggerebeg gudang penyalahgunaan gas bersubsidi ke gas non subsidi di Desa Palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Senin (12/9). Dalam penggrebegan itu, polisi mengamankan seorang pelaku.
Penggerebekan tersebut dipimpin langsung oleh Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman. Adapun pelaku yang diamankan berinisial AR, warga Desa Palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Arif mengatakan, modus yang dilakukan pelaku adalah dengan memindahkan isi gas bersubsidi ukuran tiga kilogram ke tabung gas kosong non subsidi, baik ukuran 5,5 kilogram, 12 kilogram, maupun 50 kilogram. Proses pemindahan gas tersebut dilakukan dengan menggunakan selang regulator.
"Setelah itu, gas hasil oplosan tersebut dijual dengan harga non subsidi kepada pihak lain sehingga pelaku mendapat keuntungan pribadi,’’ kata Arif.
Dalam penggerebekan itu, petugas menemukan 1.137 tabung gas LPG 3 kilogram atau gas melon, yang terdiri dari 704 tabung gas kosong dan 433 tabung gas isi.
Selain itu, barang bukti lain yang ditemukan berupa 13 tabung gas isi ukuran 5,5 kilogram, 242 tabung gas isi ukuran 12 kilogram, 86 tabung gas ukuran 50 kilogram, dan 934 tutup segel gas.
Adapula barang bukti lainnya yang berhasil diamankan, seperti selang regulator, alat timbang, buku catatan gas LPG, surat jalan, nota pembelian serta dua lembar laporan harian.
Tak hanya itu, polisi juga mengamankan dua unit mobil, yang diduga digunakan pelaku dalam menjalankan aksinya. Yakni, satu unit mobil bak L300 bernopol E 8714 XY dan satu unit truk bernopol B 9002 SDB.
Seluruh barang bukti penyalahgunaan gas bersubsidi tersebut telah diamankan ke Mapolresta Cirebon untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Arif menyebutkan, dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku setiap harinya menjual minimal 25 tabung gas ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram. Padahal, isi dalam tabung gas non subsidi itu berasal dari gas melon (subsidi).
"Dalam satu bulan, pelaku mendapatkan keuntungan hingga Rp 131 juta dari hasil penyalahgunaan gas bersubsidi tersebut," terang Arif.
Arif mengungkapkan, AR dijerat Pasal 55 Undang-Undang Ri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara serta denda paling banyak Rp 60 miliar.