Jaksa Hadirkan Dua Dokter Visum di Sidang Mas Bechi
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Petugas menggiring tersangka Moch Subchi Azal Tsani (kedua kiri) seusai rilis kasus di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022). Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Jombang. | Foto: ANTARA/Umarul Faruq
REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pengadilan Negeri Surabaya menggelar sidang lanjutan dugaan pencabulan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) atau Mas Bechi pada Senin (12/9). Pada persidangan yang digelar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua dokter yang melakukan visum terhadap santriwati yang menjadi korban Mas Bechi.
Jaksa Tengku Firdaus menjelaskan, dua dokter tersebut masing-masing melakukan visum terhadap korban pada tahun yang berbeda. Satu saksi melakukan visum pada 2018, dan saksi lainnya melakukan visum pada 2019.
"Saksi ahli dokter yang melakukan visum, keterangan mendukung dan memperkuat pembuktian. Terkait korban ini ada dua visum, 2018 dan 2019. Keterangan ahli saling mendukung," ujarnya usai sidang.
Selain dua saksi ahli tersebut, jaksa juga membawa alat bukti baru berupa dokumen rekam medis. Bukti baru yang dihadirkan di persidangan itu pun turut dikuatkan penjelasan kedua ahli yang dihadirkan. "Karena berdasarkan Pemenkes jadi hakim memerintahkan jaksa untuk menghadirkan rekam medis. Terkonfirmasi keterngan ahli dengan rekam medis," kata Tengku.
Ketua Tim Penasihat Hukum Mas Bechi, Gede Pasek Suardika membenarkan ada dua ahli yang dihadirakan dalam persidangan tersebut. Kedua ahli menerangkan hasil visum yang dilakukannya. Selain menerangkan hasil visum, ahli pertama juga membawa rekam medik dari korban. Lewat rekam medik tersebut, lanjut Gede, ahli yang dihadirkan ingin membuktikan kebenaran hasi visum tersebut.
Namun, kata Gede, dalam persidangan sempat terjadi perdebatan saat salah satu ahli menunjukkan foto mengenai salah satu organ tubuh korban. Karena dalam kesaksian korban sebelumnya, lanjut Gede, yang bersangkutan tidak merasa pernah difoto pada saat visum.
"Ada foto (salah satu) organ (tubuh) korban jadi perdebatan adalah karena saksi korban saat bersaksi itu mengaku ga pernah difoto tapi saksi ahli bilang sudah izin untuk foto," katanya.
Gede meragukan foto yang ditunjukan ahli tersebut merupakan foto organ milik korban. Keraguan itu mencuat mengingat saat diminta file foto secara utuh, sang ahli mengatakan sudah terhapus.
"Saya minta file-nya. Kata saksi sudah dihapus. Katanya foto diambil dengan HP Samsung, saat ditanya mana HP-nya supaya bisa kita datangkan ahli digital forensik untuk recovery file, dia bilang HP-nya juga sudah hilang," ujarnya.
Jawaban ahli tersebut, lanjut Gede, membuat pihaknya sulit memverifikasi validitas rekam medik itu. Apalagi dalam rekam medik itu tidak tertera tanggal pembuatannya. "Ini (rekam medik) sejak dulu atau baru. Foto organ itu punya siapa saat itu atau setelah itu belum tahu. Apalagi, tidak tertera tanggal pembuatannya," kata Gede.