REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, menuturkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 30 persen dipastikan memiliki dampak signifikan terhadap sektor pariwisata. Baik kepada para pelaku wisata maupun wisatawan itu sendiri.
Sandiaga dalam konferensi pers, Senin (12/9/2022) sore, menuturkan, hotel klasifikasi bintang yang menjadi preferensi kalangan menengah ke atas memiliki risiko terimbas, namun masih lebih rendah dari hotel nonbintang menengah ke bawah.
Kemenparekraf memproyeksi, okupansi hotel nonbintang serta penunjang akomodasi turunannya diprediksi mengalami penurunan sekitar 5 persen. Berdasarkan catatan BPS, setidaknya terdapat 700 ribu hotel nonbintang di kawasan wisata di Indonesia dengan tingkat okupansi saat ini sekitar 40 persen.
"Dan wisatawan yang tetap memiliki daya beli wisata akan lebih menekan pengeluaran saat berwisata sekitar 10 persen," kata Sandiaga.
Ia menuturkan, dampak negatif itu tak bisa dihindari. Sebab, pariwisata identik dengan mobilitas manusia dan itu membutuhkan penggunaan bahan bakar.
Sebagai respons atas situasi tersebut, Sandiaga mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meminimaliasi dampak negatif dari kenaikan harga BBM.
"Pertama, bantuan bimbingan teknis agar pelaku Parekraf di level kecil dan mikro bisa mengelola pembiayaan dan biaya operasional yang lebih baik," ujarnya.
Kedua, Kemenparekraf mendorong wisata minat khusus untuk mengurangi penggunaan BBM. Seperti misalnya wisata olah raga serta wisata alam yang tidak membutuhkan mobilitas dengan kendaraan.
Kebijakan ketiga, Sandiaga mendorong agar industri pariwisata bisa beralih dan konsisten kepada penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Hanya dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, pengeluaran untuk bahan bakar dapat ditekan.
"Bisa menggunakan energi surya maupun bayu yang sumbernya banyak ditemui di destinasi wisata. Itu yang akan kita fokuskan," kata dia.