Senin 12 Sep 2022 20:02 WIB

Hukum Menato Alis untuk Mempercantik Diri

Ada wanita yang menato alis untuk mempercantik diri.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
 Hukum Menato Alis untuk Mempercantik Diri. Foto ilustrasi:  Masalah mata yang sering dialami orang usia di atas 40 tahun (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Hukum Menato Alis untuk Mempercantik Diri. Foto ilustrasi: Masalah mata yang sering dialami orang usia di atas 40 tahun (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Sebagian perempuan terkadang ada yang merasa tidak nyaman dengan bagian-bagian tertentu pada tubuhnya sehingga merasa tidak percaya diri di muka publik. Akibatnya, mereka mencari cara untuk menutupi kekurangan pada fisiknya, agar menjadi lebih percaya diri.

Lantas bagaimana jika ada seorang perempuan yang alisnya tipis? Karena merasa kurang percaya diri, dia kemudian merasa perlu untuk melakukan sesuatu agar alisnya tampak tebal, yaitu dengan membuat tato pada alisnya. Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini? Bolehkah perempuan mentato alisnya demi kecantikan dan kepercayaan diri?

Baca Juga

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Miftahul Huda menjelaskan, terkait hukum tato, terdapat satu riwayat yang tegas melarang umat Islam mentato tubuhnya, yaitu hadits riwayat Imam Bukhari.

Dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata, "Allah SWT melaknat perempuan-perempuan yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut atau mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk mempercantik diri mereka dengan mengubah ciptaan Allah ta'ala. Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknati Nabi SAW, sedangkan hal tersebut tersebut juga tercantum dalam Kitabullah, 'Dan apa yang Rasul bawa untuk kalian maka terimalah' (QS Al-Hasyr ayat 7)."

Kiai Miftah memaparkan, menurut sebagian ulama, salah satu tanda dosa besar adalah suatu perbuatan yang dilarang, yang diikuti dengan ancaman sanksi di dunia dan di akhirat dengan laknat atau siksa. Karena itu, membuat tato di tubuh, termasuk alis, hukumnya haram karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

Pertama, terang Kiai Miftah, karena dalam proses pentatoan itu ada perbuatan yang menyakiti tubuh dan menyakiti tubuh ini dilarang dalam Islam. Kedua, tato bisa dikategorikan sebagai perbuatan merubah ciptaan Allah SWT, dan juga merubah ciptaan Allah SWT tidak dalam keadaan darurat seperti operasi rekonstruksi tubuh atau bukan karena kebutuhan yang mendesak seperti berobat. Dalam kondisi demikian, maka tato hukumnya haram.

"Dalam praktik tato alis yang diawali dengan mencukur bulu alis sampai habis ini saja sudah dilarang, kemudian membuat alis baru. Jadi ada dua hal yang dilarang dalam praktik tato alis (mencukur alis dan membuat alis baru)," paparnya.

Lalu bagaimana jika menggunakan henna atau sejenisnya untuk memberi warna pada bagian alis? Kiai Miftah mengatakan, bahan dasar henna tersebut perlu ditinjau kembali, soal apakah itu berbahan suci atau tidak. Selanjutnya, apakah henna tersebut anti-air atau tidak. Karena jika berbahan najis atau tidak tembus air, maka tidak boleh digunakan karena dapat menghalangi keabsahan ibadah.

Karena itu, menurut Kiai Miftah, selama bahan dasar henna itu suci dan tidak anti-air, maka memakai henna untuk mewarnai bagian alis dibolehkan. "Ya, asal tidak berlebihan," kata Kiai Miftah memberi catatan.

Anggota Fatwa Darul Ifta Mesir, Syekh Muhammad Wissam, seperti dilansir Elbalad, juga pernah menyampaikan penjelasan soal penggunaan tato pada alis bagi perempuan. Dia membedakan antara tato dan gambar atau lukisan di tubuh.

Tato adalah menusukkan jarum ke dalam kulit hingga keluar darah dan mengisinya dengan zat-zat berwarna. "Ini dilarang karena membuat darah terperangkap dan memasukkan zat-zat yang najis," jelasnya.

Syekh Wissam kemudian mengungkapkan, sekarang ini sebetulnya ada teknik baru yaitu menggambar atau melukis dengan henna pada kulit tanpa mengeluarkan darah. Henna digambar pada kulit lapisan pertama atau teratas.

Menurut Syekh Wissam, jika seorang wanita yang telah menikah ingin menggunakan henna pada alisnya, dengan catatan tidak menusukkan jarum ke dalam kulit yang menyebabkan keluarnya daerah sehingga hanya seperti memakai pacar, dan dengan tujuan untuk ditunjukkan hanya kepada suaminya, maka ini boleh.

"Selama penggunaan henna ini tidak menimbulkan rasa sakit, tidak mengeluarkan darah, atau membuat darah terperangkap (dalam kulit), tidak ada penyuntikan zat yang najis, maka ini dibolehkan dan tidak masalah," terangnya.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement