Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Didi Rosadi

Konektivitas Antar Materi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Guru Menulis | Tuesday, 13 Sep 2022, 06:31 WIB
Poto : Ki Hadjar Dewantara

Membaca modul tentang pembelajaran Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara pada pendidikan guru penggerak melewati berbagai tahapan, dimulai dari diri sampai ke tahap konektivitas antar materi. Setiap tahapan memiliki tantangan tersendiri dari trek lurus sampai ke medan yang terjal dan berliku.

Pada tahap mulai dari diri, seakan saya di ajak untuk bercermin tentang diri sebagai pendidik untuk berselancar ke tiga dimensi waktu, dulu, sekarang dan yang akan datang. Cermin yang dipakai adalah beberapa pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang sering kita dengar di dunia pendidikan : budi pekerti, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam kontek sebagai pendidik budi pekerti menjadi dasar interaksi antara guru dengan siswa, guru dengan guru dan guru bersama masyarakat. Profesi guru mendapat posisi tersendiri di mata masyarakat sebagai penjaga moral. Dalam waktu 24 jam guru memiliki status yang sama, bukan hanya di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Dari rasa, karsa dan cipta guru harus memperlihatkan pembeda dengan masyarakat biasa, mampu menjadi teladan, pemersatu dan pendorong untuk kemajuan peserta didik dan masyarakat. Konsep ini seakan menjadi genderang pengingat kepada kita untuk tetap rel yang benar, berprilaku sesuai norma yang berlaku. Dalam kontek kekinian, pendidik harus mampu menyesuikan diri dengan perkembangan jaman yang perubahannya melebihi ekspektasi manusia, melepas semua kenyamanan yang selama ini di selimut kemalasan. Untuk masa yang akan datang, pendidik merupakan orang yang bertanggungjawab untuk mempersiapkan generasi penerus untuk hidup di masa depan, menghadirkan mereka untuk “ada’ di jamannya.

Pada tahap eksplorasi konsep dimulai dari perjalanan pendidikan pada zaman colonial dimana pendidikan dimaksudkan untuk mencetak calon-calon pegawai murahan yang mendukung perusahaan penjajah dengan memberikan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan yang di programkan oleh kaum colonial keluar dari hakikat pendidikan yang seharusnya membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan. Ki Hadjar Dewantara memprotes berbagai penindasan dengan kritik-kritik yang tajam, untuk menyadarkan kaum pribumi tentang posisi bangsanya, salah satu kritik yang terkenal yaitu Als Ik Eens Nederlander (seandainya aku seorang Belanda).

Asas pendidikan Ki Hadjar Dewantara dimulai dengan membedakan antara pengajaran dan pendidikan. Pengajaran merupakan pemberian ilmu yang bermanfaat untuk kecakapan lahir dan batin sementara pendidikan adalah kegiatan menuntun anak menuju kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia dan bagian dari anggota masyarakat. Hakikat pendidikan untuk memerdekaan manusia lahir dan batin yang mampu menentukan hitam putih nasibnya sendiri.

Beliau mempokuskan diri di dunia pendidikan dan pergerakan. Dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun segala kodrat anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Peserta didik diibaratkan seperti biji tumbuhan, dimana pendidik berperan sebagai petani yang bertugas merawat tanaman sampai menghasilkan buah, keberhasilan sebatang tanaman terletak di tangan petani. Dalam menuntun, seorang pendidik berperan sebagai pamong, yang memiliki kebebasan dalam membimbing dan mengarahkan anak. Pendidik harus merespon perkembangan jaman dengan tidak melupakan identitas bangsa, mengeruk berbagai sisi positif dan membuang berbagai hal yang tidak memiliki faedah.

Dalam kosep pendidikan Ki Hadjar Dewantara perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat jaman. Dalam kodrat alam setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda sebagai hasil bentukan dari alam raya. Indonesia memiliki karakteristik yang khas sebagai negara agraris dengan suku, agama dan budaya yang beragam. Sementara keterhubungan kodrat jaman dengan dunia pendidikan, seorang pendidik mampu merespon perkembangan jaman sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Generasi now yang hidup di abad-21 harus memiliki keterampilan berkomunikasi, berpikir kritis, pemecahan masalah serta keterampilan berpikir kreatif dan inovatif.

Budi Pekerti dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara perpaduan dari rasa, cipta dan karsa yang akan menghasilkan karya. Iklim terbaik untuk menumbuhkan budi pekerti adalah keluarga yang akan membangun keteladanan. Keseimbangan dalam budi pekerti melatih anak untuk menyadari tentang dirinya sendiri dan kehidupan social, sehingga menghasilkan generasi yang ada bersama dan memiliki manfaat bagi masyarakat. Dari berbagai konsep yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara dari tahapan yang dilalui, tugas pendidik adalah menuntun peserta didik menuju kodrat yang dimilikinya, menebalkan garis-garis samar, pendidikan menekankan pada proses pembentukan karakter sehingga terlihat ada perubahan-perubahan prilaku.

Di lingkungan sekolah, mencoba membumikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan berbagai pembiasaan yang positif di sekolah. Menjaga kebersihan sekolah dengan piket umum dan piket kelas, membersihkan lingkungan sekolah dan kelas masing-masing. Lomba kebersihan dan kekompakan yang diadakan secara priodik tiga bulan sekali. Sekolah menciptakan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya potensi anak dan budaya sekitar. Di dalam ruang kelas, semua kegiatan diorientasikan untuk “menghamba kepada anak”, dengan membuat media dan model pembelajaran yang sesuai. Penggunaan permainan daerah yang ada di setiap daerah misalnya oray-orayan, gatrik, bentengan, congklak dan eye-eye. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran di sekolah Taman Siswa, dimana orientasi pembelajaran di fokuskan ke panca indra dan permainan. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengingatkan kembali kepada kita tentang identitas bangsa yang selaman ini tenggelam terbawa perubahan jaman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image