REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Wisnu Wibowo menyebut, Indonesia sedang menghadapi tantangan sustainability fiscal, sehingga kesimbangan APBN harus terus dijaga dengan memastikan defisit tidak mencapai tiga persen terhadap PDB. Alasan itu pula yang mendorong pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan dalih pengendalian penyaluran subsidi.
“Kalo kemudian (subsidi) tidak dikendalikan, maka akan menggerus alokasi APBN untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran produktif lainnya yang sebenarnya tidak kalah strategis dan pentingnya,” kata Wisnu, Selasa (13/9/2022).
Wisnu menilai, sebenarnya yang harus diprioritaskan adalah perbaikan skema penyaluran subsidi ketimbang menaikkan harga BBM. Sebab, kata dia, kunci dari pemberian subsidi ialah efektif dan tepat sasaran. Maka dari itu, pemulihan serta perbaikan sistem yang terintegrasi agar dapat memilah sasaran dengan tepat perlu ditingkatkan.
Menurutnya, basis data dapat dibangun dengan optimalisasi aplikasi MyPertamina. Meskipun, setiap perubahan akan memberikan efek kejut terhadap masyarakat.
Baca juga : Senator Prediksi Nasabah Pinjol Meningkat Setelah Harga BBM Naik
"Kita lihat di pertamina, di SPBU, kan belum ada. Siapapun itu boleh untuk mengakses jenis BBM yang bersubsidi, misalnya solar, premium, pertalite. Sebagian besar komponen subsidi ada di pertalite yang banyak dikonsumsi masyarakat,” ujarnya.
Ia menilai, kenaikan BBM yang cukup besar, yakni sekitar 30 persen, akan berdampak di berbagai sektor. Bagi sektor industri, banyak yang menjadikan bahan bakar sebagai input, sehingga ketika input mengalami kenaikan, harga di pasaran pun demikian. Selain itu, beberapa pembangkit listrik juga menggunakan tenaga diesel. Akhirnya, konsumen pun akan terdampak.
“Kenaikan BBM dalam jangka pendek pasti akan berdampak, baik bagi sektor rumah tangga maupun industri. Kepada rumah tangga, pasti akan menambah beban biaya hidup,” kata dia.
Selain itu, lanjut Wisnu, dampak kepada inflasi yang meningkat pun akan mencederai masyarakat. Hal tersebut akan mengurai nilai riil dari uang yang dimiliki.
Padahal, kenaikan upah minimum tidak sebesar inflasi tahun ini yang diperkirakan akan melebihi lima persen apabila tidak dikendalikan dengan baik. Akhirnya, efek domino akan mengenai masyarakat.
Baca juga : Harga BBM Naik, Pemerintah Berikan Kompensasi Berbagai Program
“Disisi lain, suku bunga Bank Indonesia pun sudah mulai meningkat. Artinya, nanti suku bunga pinjaman juga bisa meningkat,” ujarnya.
Ia melanjutkan, kenaikan suku bunga pastinya akan semakin membebani masyarakat, dengan kenaikan nominal angsuran. Dikhawatirkan, hal tersebut akan meningkatkan angka kemiskinan karena efek yang dihasilkan. Selain itu, dapat menambah deretan golongan masyarakat miskin ataupun rentan miskin.
“Skema subsidi yang diberikan hanya menjangkau untuk kelompok miskin. Belum atau tidak menjangkau kelompok rentan miskin yang jumlahnya berlipat,” kata dia.