REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Komandan tinggi militer Iran Brigadir Jenderal Kiomars Heidari mengatakan, Iran telah mengembangkan pesawat tak berawak atau drone jarak jauh yang dirancang khusus untuk menargetkan kota-kota Israel, seperti Tel Aviv dan Haifa. Komandan pasukan darat tentara Iran ini membuat pernyataan di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel.
Heidari mengatakan, drone Arash-2 merupakan versi terbaru dari Arash-1. Armada ini adalah penerbang unik yang telah dikembangkan untuk tujuan menghancurkan Israel. Dia menyatakan, pesawat tak berawak itu telah diserahkan kepada pasukan darat dan kemampuannya akan dipamerkan dalam latihan militer di masa depan.
Menurut Heidari, Arash-2 memiliki kemampuan yang juga unik dan dapat pulih beberapa kali hingga mencapai target. Dia menekankan bahwa mereka menunggu perintah untuk menggunakannya suatu hari nanti.
Salah satu fitur utama Arash-2 adalah kemampuan pengintai dan mampu mengenai tempat yang persis sama dengan rudal balistik Fath. Penambahan armada itu melengkapi kemampuan militer Iran yang sudah memiliki drone strategis dalam jangkauan yang berbeda, termasuk dalam jangkauan 2.000 km, serta rudal strategis.
Heidari menjelaskan dikutip dari Anadolu Agency, tentara angkatan darat adalah kekuatan terbesar, paling lengkap dan paling beragam dalam hal teknologi dan peralatan. Dia menyinggung keberadaan kekuatan helikopter yang tidak tertandingi.
Mengenai kerja sama antara tentara dan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), pejabat militer itu mengatakan, kedua kekuatan itu saling melengkapi. Keduanya diakui bekerja dalam sinergi.
Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara dua musuh regional lama dengan serangan sabotase rahasia di dalam Iran dan intensifikasi serangan Israel terhadap kelompok-kelompok yang didukung Iran di Suriah.
Teheran juga menyalahkan Tel Aviv karena mengganggu negosiasi yang sedang berlangsung antara negara itu dengan Washington. Amerika Serikat yang dimediasi oleh Uni Eropa saat ini mencoba menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Perdana Menteri Israel Yair Lapid pada akhir pekan lalu berterima kasih kepada Prancis, Inggris, dan Jerman atas ketegasan kepada Iran. Kekuatan Eropa itu menyalahkan Iran karena membahayakan pembicaraan.