Rabu 14 Sep 2022 01:18 WIB

Enam Warga Baduy Meninggal dengan Gejala Demam Tinggi, Kemenkes Masih Cari Penyebabnya

Enam warga Baduy yang meninggal sebulan terakhir diduga terjangkit TBC.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.
Foto: Tangkapan Layar Youtube Kemenkes
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam waktu sebulan, enam orang warga Baduy di Lebak Banten dilaporkan meninggal dunia. Keenamnya meninggal dunia dengan gejala awal demam tinggi.

Enam orang warga Baduy tersebut, empat orang di antaranya merupakan balita, dua orang dari Baduy Luar dan dua orang Baduy Dalam. Dikonfirmasi terkait hal ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dr. Mohammad Syahril mengaku tak ingin terburu-buru menyimpulkan penyebab kematian tersebut.

Baca Juga

"Jangan buru-buru kita simpulkan (itu karena TBC)," kata Syahril di Jakarta, Selasa (13/9/2022).

Syahril memastikan pihaknya akan mengumumkan perihal kematian tersebut pada konferensi pers yang akan digelar pada Jumat mendatang. Sebelumnya, para relawan melaporkan kematian enam warga Baduy diduga karena TBC.

"Masih dalam proses semua. Nanti akan diumumkan pada hari Jumat ya melalui konpers," ujar Syahril.

Sementara itu dalam keterangannya, Koordinator Sahabat Relawan Indonesia (SRI) Muhammad Arif Kirdiat, Selasa (13/9/2022), mengatakan diduga enam warga tersebut meninggal karena TBC. Karena terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan warga Baduy terjangkit TBC.

Pertama, beberapa hari terakhir di wilayah Baduy terjadi hujan, namun lingkungan perkampungan di Baduy padat dan rumah tidak memiliki sirkulasi udara yang baik. Kondisi itu membuat lingkungan menjadi lembab dan mempercepat proses pertumbuhan bakteri.

"Hujan, lembab, ditambah rumah adat di sana tidak ada jendela, sirkulasi udara tidak begitu lancar. Kalau arsitektur rumah kan memang tidak boleh diubah ya, sudah ditetapkan seperti itu. Tapi karena itu juga bakteri mudah berkembang biak," kata Arif.

Faktor selanjutnya, sebagian besar masyarakat Baduy makan dengan lauk yang sederhana, seperti garam, ikan asin, dan sambal. Lauk yang sederhana itu menjadi pemicu turunnya daya tahan tubuh.

"Masih banyak yang beranggapan makan itu yang penting kenyang. Orang Baduy bisa makan normal dengan garam, ikan asin saja sudah syukur. Tapi kalau seperti ini, daya tahan tubuh otomatis melemah karena nggak diimbangi nutrisi lain," tuturnya.

"Sudah malnutrisi, stunting, dan TBC. Sudah klop ketemu semua," sambungnya.

Faktor selanjutnya adalah akses fasilitas kesehatan yang cukup jauh. Bila ingin ke fasilitas kesehatan pun harus ditempuh dengan berjalan kaki dan waktu tempuhnya mencapai 4-5 jam.

Selain itu, masyarakat Baduy memiliki cara tradisional untuk menyembuhkan. Sehingga, datang ke fasilitas kesehatan menjadi opsi paling terakhir.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement