Selasa 13 Sep 2022 22:49 WIB

Sidang Kasus Paniai Diharapkan Jangan Jadi Ajang Impunitas

Sidang kasus Paniai harus dapat ungkap siapa saja pelaku yang terlibat

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi sidang kasus Paniai. Sidang kasus Paniai harus dapat ungkap siapa saja pelaku yang terlibat
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Ilustrasi sidang kasus Paniai. Sidang kasus Paniai harus dapat ungkap siapa saja pelaku yang terlibat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus HAM berat Paniai Berdarah diharapkan tak sekadar menjadi formalitas. Direktur Riset dan Publikasi Pusham UII, Despan Heryansyah, tak ingin sidang ini justru melanggengkan praktik impunitas seperti sidang kasus HAM terdahulu.  

Despan mendesak majelis hakim menelusuri siapa saja yang terlibat dan bagaimana keterlibatannya dalam sidang kasus Paniai. Sebab saat ini yang dijadikan tersangka hanya 1 orang yang mana hal itu sulit dipercaya dalam perspektif kasus pelanggaran HAM.  

Baca Juga

"Bagaimana mungkin kejahatan terhadap kemanusiaan hanya dilakukan 1 orang, padahal ada unsur sistematis dalam UU 26 Tahun 2000 (tentang Pengadilan HAM)," kata Despan kepada Republika.co.id, Selasa (13/8/2022).   

Despan menyoroti proses penelusuran kasus Paniai di meja hijau bakal menemui berbagai rintangan. Apalagi kasus ini baru disidangkan setelah terkatung-katung sekitar delapan tahun. Alhasil, dia khawatir majelis hakim sulit mendapatkan bukti dan keterangan yang memadai. "Harusnya kan segera (diadili) setelah kejadian," ujar Despan.  

Despan juga menyinggung pengadilan kasus HAM di Tanah Air rentan bersinggungan dengan kepentingan politik. Kondisi itu menyebabkan pelakunya bisa divonis bebas hingga melanggengkan praktik impunitas.  

"Pengalaman pengadilan HAM kita, itu sangat kental dengan kepentingan politik, sehingga ruang impuniti sangat terbuka," tegas Despan.  

Tercatat, ada tiga kasus HAM yang pernah disidang di Indonesia. Dalam sidang kasus HAM Abepura tahun 2000, Pengadilan HAM Ad Hoc Makassar memutus bebas terdakwa. 

Pada sidang kasus Timor-Timor, lima pejabat Indonesia yang terlibat dalam pembantaian warga sipil di sebuah gereja di Timor Timur pada 1999 divonis bebas. 

Kemudian dalam sidang kasus Tanjung Priok, ke-12 orang terdakwa justru bebas dari tuntutan dalam tingkat kasasi. Padahal pengadilan HAM adhoc Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada mereka.  

"Semoga majelis tidak hanya melanjutkan impunitas masa lalu itu. Ini akan menjadi gambaran wajah penegakan HAM Indonesia di mata dunia," ucap Despan.  

Diketahui, dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus hanya menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4/2022). IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu. 

Tersangka IS dituding bertanggungjawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai. 

Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan HAM.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement