Rabu 14 Sep 2022 05:15 WIB

Deputi di Kota-Kota Rusia Serukan Pengunduran Diri Putin

Tindakan Putin dinilai membahayakan masa depan Rusia.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Rusia Vladimir Putin pada sesi pleno di Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia, Rabu, 7 September 2022.
Foto: Sergei Bobylev, Sputnik, Kremlin Pool Photo v
Presiden Rusia Vladimir Putin pada sesi pleno di Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia, Rabu, 7 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, RUSIA -- Lebih dari 30 deputi kota Rusia telah menandatangani petisi yang menyerukan pengunduran diri Presiden Rusia Vladimir Putin. Petisi, diunggah oleh Xenia Torstrem, seorang deputi di Distrik Semyonovsky St Petersburg yang awalnya ditandatangani oleh 19 pejabat.

“Kami, para deputi kota Rusia, percaya bahwa tindakan Presiden Vladimir Putin membahayakan masa depan Rusia dan warganya,” bunyi terjemahan petisi tersebut seperti dilansir dari laman The Hill, Selasa (13/9/2022).

Baca Juga

“Kami menuntut pengunduran diri Vladimir Putin dari jabatan Presiden Federasi Rusia!”

Petisi itu muncul saat militer Ukraina melakukan serangan balasan, dengan cepat merebut kembali wilayah dan mendorong pasukan Rusia kembali ke perbatasan timur laut di beberapa tempat.

Keuntungan awal dari Ukraina itu telah memicu beberapa kritik terhadap Putin di dalam negeri. Teguran yang jarang terjadi terhadap pemimpin lama Rusia yang selama bertahun-tahun telah berusaha untuk melumpuhkan oposisi.

Petisi ditandatangani terutama oleh deputi kota yang bertugas di Moskow dan St. Petersburg. Meskipun penandatangan juga termasuk pejabat dari kota-kota seperti Samara dan Yakutsk.

Petisi disampaikan setelah Rusia selama akhir pekan mengadakan pemilihan pertama negara itu sejak dimulainya perang. Para pemilih memberikan suara untuk memilih lebih dari 31 ribu pejabat di seluruh negeri, meskipun pihak oposisi Kremlin menuduh adanya kecurangan dan kecurangan dalam pemungutan suara.

Petisi tersebut berpotensi menempatkan deputi kota pada risiko, mengingat undang-undang Kremlin mengkriminalisasi penerbitan berita palsu tentang perang. Hal tersebut disebut Putin sebagai operasi militer khusus.

Pelanggar menghadapi hukuman 15 tahun penjara, dan pejabat Rusia telah menghukum para pembangkang sejak pasukan menginvasi Ukraina pada Februari.

Tetapi ketika Rusia menghadapi kerugian baru dari serangan balasan Ukraina, beberapa blogger militer Rusia dan komentator patriotik mengkritik Kremlin karena gagal mengambil tindakan yang lebih keras.

"Orang-orang yang meyakinkan Presiden Putin bahwa operasi akan cepat dan efektif ... orang-orang ini benar-benar menjebak kita semua," kata mantan anggota parlemen Rusia Boris Nadezhdin di stasiun milik negara NTV.

Serangan balasan juga telah mengangkat moral Ukraina, tetapi masih belum jelas apakah operasi itu akan menandai titik balik dalam konflik.

“Jalan menuju kemenangan adalah jalan yang sulit,” ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pidato hariannya pada hari Minggu.

“Tapi kami yakin Anda mampu, Anda akan mencapai perbatasan kami, semua bagiannya. Anda akan melihat perbatasan kami dan punggung musuh. Anda akan melihat pancaran mata orang-orang kami dan tumit para penjajah. Mereka akan menyebutnya 'gerakan niat baik.' Kami akan menyebutnya sebagai kemenangan.”

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement